Kamis, 19 Oktober 2017

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PENERAPAN ICE BREAKING



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Tinjauan tentang Penerapan Ice Breaking pada Pembelajaran
1.      Pengertain Ice Breaking
Istilah ice breaker berasal dari dua kata asing, yaitu ice yang berarti es yang memiliki sifat kaku, dingin, dan keras, sedangkan breaker berarti memecahkan. Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’ Jadi, ice breaker bisa diartikan sebagai usaha untuk memecahan atau mencairkan suasana yang kaku seperti es agar menjadi lebih nyaman mengalir dan santai. Hal ini bertujuan agar materi-materi yang
disampaikan dapat diterima. Siswa akan lebih dapat menerima materi
pelajaran jika suasana tidak tegang, santai, nyaman, dan lebih
bersahabat.[1]
Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna “memecah es”. Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status, usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking.
Semua guru tentunya pernah mengalami situasi belajar yang beku dan membosankan. Ini terjadi biasanya pada jam pelajaran terakhir. Siswa terlihat mengalami kejenuhan, konsentrasi belajar menurun, lelah, dan mulai bosan.
Pada kondisi seperti itu, siswa melampiaskannya dengan mengobrol atau membuat gaduh di dalam kelas. Banyak guru yang kebingungan menghadapi masalah seperti ini. Di antara mereka ada yang tetap saja menyampaikan materinya meskipun kondisi belajar siswa sudah tidak kondusif. Bahkan, ada guru yang memaksa anak agar diam dan mengikuti pelajaran dengan tertib. Cara-cara seperti ini akan merusak mental siswa dalam belajar dan akan membuat mereka membenci pelajaran.
Sebenarnya pada situasi beku dan membosankan seperti inilah, diperlukan ice breaking yang berguna untuk menyegarkan suasana belajar, menghilangkan kejenuhan dan rasa kantuk. Memang, ice breaking ini biasanya dipakai pada saat penataran atau diklat. Namun, sebenarnya ice breaking juga sangat baik diterapkan pada saat proses pemeliharan.
Ice breaker juga apat diartikan sesuatu yang dingin yang perlu
diberikan pada suasana yang panas. Artinya, ketika suasana sudah
memanas, menegang, maka perlu suatu minuman yang dingin dan
menyegarkan, yaitu ice breaker agar suasana kembali dingin dan otak
siap menuju kegiatan pembelajaran yang lebih menantang.
M. Said mengungkapkan, yang dimaksud ice breaker adalah
permainan atau kegiatan yang berfungsi untuk mengubah suasana
kebekuan dalam kelompok.[2]Ada juga yang menyebutkan bahwa Ice Breaker adalah peralihan situasi dari yang membosankan, membuat mengantuk, menjenuhkan dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat mengantuk, serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan atau melihat orang yang berbicara di depan kelas atau ruangan pertemuan. Ice Breaker merupakan cara tepat untuk mencipatakan suasana kondusif. “Penyatuan” pola pikir dan pola tindak ke satu titik perhatian adalah yang bisa membuat suasana menjadi terkondisi untuk dinamis dan fokus. Dinamis karena peserta bisa mengubah aktivitasnya sendiri untuk mengikuti pola terstruktur yang telah diarahkan oleh pemimpi forum.[3]

2.      Pentingnya Ice Breaker dalam Pembelajaran
Proses pembelajaran yang serius kaku tanpa sedikitpun ada nuansa kegembiraan tentulah akan sangat cepat membosankan. Apalagi
diketahui bahwa berdasarkan penelitian kekuatan rata-rata manusia untuk terus konsentrasi dalam situasi yang monoton hanyalah sekitar 15 menit saja Selebihnya pikiran akan segera beralih kepada hal-hal lain yangmungkin sangat jauh dari tempat di mana ia duduk mengikuti suatukegiatan tertentu. Otak kita tidak dapat dipaksa untuk melakukan fokus dalam waktu yang lama. Untuk mudahnya, anda bisa menggunakan patokan usia. Contohnya, untuk anak usia 5 tahun, rentang waktu fokus optimal yang bisa dilakukan hanyalah 5 menit, untuk anak usia 15 tahun, rentang waktu fokus hanyalah 15 menit. Bila seorang berusia 35 tahun atau 60 tahun maka fokus optimalnya 30 menit. Jadi 30 menit adalah rentang waktu fokus maksimal agar tidak terjadi kelelahan otak yang berlebihan.
Ketika pikiran tidak bisa terfokus lagi, maka segera di butuhkan
upaya pemusatan perhatan kembali. Upaya yang bisa dilakukan oleh guru konvensional adalah dengan meningkatkan intonasi suara yang lebih kers lagi, mengancam atau bahkan memukul-mukul meja untuk meminta perhatian kembali.
Upaya demikian sebenarnya justru semakin memperparah situasi pembelajaran, karena sebenarnya proses pembelajaran sangat dibutuhkan keterlibatan emosional siswa. Dengan demikian sangatlah penting bagi guru untuk menguasai berbagai teknik
ice breaker dalam upaya untuk terus menjaga “stamina” belajar para siswanya.[4]
Adapun landasan pentingnya ice breaker dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.      Landasan Empiris
Darmansyah menjelaskan bahwa hasil penelitian
dalam pembelajaran pada dekade terakhir mengungkapkan bahwa
belajar akan lebih efektif, jika siswa dalam keadaan gembira.
Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang
luar biasa terhadap capaian hasil belajar siswa. Bahkan potensi
kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “primadona” sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar.
Kecerdasan emosional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektifitas pembelajaran disamping kecerdasan intelektual. Teori Gestalt yang dikutip Nasution menyatakan bahwa: Belajar tidak mungkin tanpa kemauan untuk belajar, maka
kesukaan siswa terhadap sikap yang dilahirkan guru jelas
akan memberikan motivasi tersendiri dalam belajar.
Ada banyak cara untuk menggairahkan belajar siswa dengan
cara menggembirakan dan itu dapat dipelajari oleh semua guru. Cara yang paling sering digunakan oleh guru adalah dengan meramu ice breaker yang disisipkan dalam psoses pembelajaran. Keunggulan ice breaker adalah bisa dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan ketrampilan tinggi. Justru ice breaker dapat direncanakan dan dimatchingkan dengan berbagai materi pelajarn yang akan diajarkan oleh guru.[5]



b.      Landasan Teoritis
Ice breaker sangat diperlukan dala proses pembelajaran di
kelas untuk menjaga stamina emosi dan kecerdasan berpikir siswa.
Ice breaker diberikan untuk memberikan rasa gembira yang bisa
menumbuhkan sikap positif siswa dalam psoses pembelajaran.
Goleman dalam Bobbi Dapoter mengatakan bahwa :
Ketika otak menerima ancaman atau tekanan, kapasitas
syaraf untuk berfikir rasional mengecil. Otak “dibajak secara
emosional”.
Psikolog dan peneliti Howard Gardner seorang
tokoh pendidikan yang telah mengembangkan teori Multiple
intelligences
berpendapat sebagai berikut : “Kita harus menggunakan keadaan positif anak untuk
menarik mereka ke dalam pembelajaran di bidang-bidang di
mana mereka dapat mengembangkan kompetensinya... Flow
adalah keadaan internal yang menandakan bahwa seorang
anak mengerjakan tugas yang tepat. Anda harus menemukan
sesuatu yang anda sukai, lalu tekunilah. Di sekolah saat anak
merasa “bosan” mereka akan berontak dan berubah. Jika
mereka dibanjiri tantangan, mereka akan mencemaskan
pekerjaan sekolah. Tetapi anda akan belajar dengan segenap
kemampuan jika anda menyukai hal yang anda pelajari dan
anda senang jika terlibat dalam hal tersebut”.
Begitu pentingnya membangun suasana hati siswa saat
mengikuti proses pembelajaran, sampai-sampai Dr. Robert Sylweste  memperingatkan kepada para pendidikan sebagai berikut : “Dengan memisahkan emosi dari logika dan pemikiran dalam
kelas, kita telah menyederhanakan manajemen sekolah dan
evaluasi, tetapi kita juga telah memisahkan dua sisi pada
sebuah koin – dan akibatnya, kehilangan suatu hal yang
penting lain dalam kehidupan. Jangan coba-coba....”
Berdasarkan pandangan berbagai ahli pendidikan di atas, jelaslah bahwa dalam psoses pembelajaran peran emosi sangatlah
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Suasana hati yang bembira dan tidak tertekan diyakini akan sangat
membantu siswa dalam konsentrasi belajar.

c.       Landasan Yuridis
Dalam kaitannya dalam proses pembelajaran yang
menyenangkan ada beberapa ayat yang secara tersirat maupun
tersurat mengatur tentang proses pembelajaran kepada siswa yang
mengharuskan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk berekspresi dan berbagi pendapat. Dalam pasal 12 ayat 1 Konvensi Hak Anak yang berbunyi : “Negara-negara peserta akan menjamin hak anak yang berkemampuan untuk menyatakan secara bebas pandangannya sendiri mengenai semua hal yang menyangkut hal itu, dengan diberikan bobot yang layak pada pandanganpandangan anak yang mempunyai nilai sesuai dengan usia dan kematangan yang bersangkutan”. Sementara itu landasan yuridis yang ada di Indonesia dituliskan secara lebih jelas dalam undang-undang RI No.20 pasal 40 ayat 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal berbunyi: “Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban:
1)      Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
2)      Mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan; dan
3)      Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.”
Dalam rangka mengawal penyelenggaraan pendidikan
sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut diatas,
Mentri Pendidikan Nasioanal yang mengamanatkan kepada seluruh
penyelenggara pendidikan yang dituangkan dalam Permendiknas
No.41 tahun 2007 Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar
Dan Menengah mengharuskan bahwa dalam kegiatan inti
pembelajaran harus dilakukan secra interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, beraktifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik secara psikologis siswa.[6]

3.      Tujuan dan Fungsi Ice Breaker
Ice breaker didefinisikan sebagai “a fun way to support the
objective of presentation
. Bahkan hampir dipastikan
semua aktivitas manusia memerlukan kehadiran ice breaker. Ada
beberapa tujuan penggunaan ice breaker, yaitu:
a.       menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara siswa
b.      Terciptanya kondisi yang dinamis di antara siswa
c.       Menciptakan motivasi antara sesama siswa untuk melakukan aktivitas selama proses belajar-mengajar berlangsung.
d.      Membuat peserta saling mengenal dan akan menghilangkan jarak
mental sehingga suasana menjadi benar-benar rileks, cair dan
mengalir.
e.       Mengarahkan atau memfokuskan peserta pada topik
pembahasan/pembicaraan.
Selanjutnya ice breaker dapat pula digunakan sebagai daya
pembangkit [energizer]. Energizer adalah permainan-permainan yang
digunakan ketika para peserta tampak dingin atau kehilangan semangat,
jenuh dan mengantuk. Aktivitas ini digunakan sebagai sarana
menurunkan ketegangan dan menyuntikkan tenaga baru. Menurunnya
semangat ini juga bisa terjadi sesudah jeda (break) atau makan siang.
Untuk itu, semangat bermain dan mengkuti training harus dibangkitkan
kembali. Catatan penting pemakaian Ice breaker:
a.       Sebelum mempraktikkan, hendaknya seorang guru, melakukan uji
coba, dengan ujicoba akan diketahui secara pasti waktu yang
dibutuhkan, bahkan melihat secara cermat antara kesesuaian materi
ice breaker dengan materi pelajaran.
b.      Dihindari perilaku yang menganggap, bahwa ice breaker adalah
sarana pembunuh waktu, atau pengisi waktu luang. Namun lebih
diarahkan kepada pembangkitan motivasi [energizer]
c.       Dalam melakukan ice breaker perhatikan kaidah[7]
d.       WARUNG JAMU [WAktu-RUaNG-JumlAh-dan-Mutu].
Waktu : Kapan kita harus mempraktikan ice breaker
Ruang :Pada dimensi apa kita berikan
Jumlah : Untuk berapa peserta
Ice breaker tanpa media dapat diartikan permainan pendinginan otak dengan tidak menggunakan media di luar anggota tubuh.
Ice breaker dengan media merupakan permainan pendinginan otak dengan menggunakan media di luar media anggota tubuh. Media/alat bantu lain untuk melakukan ice breaker, misalnya penggaris, penghapus, tas, pensil, atau kapur.
Ada banyak macam energizer atau ice breaker yang dapat
digunakan dalam pembelajaran. Namun jika dilihat dari metodenya dapat dikelompokkan menjadi 9 jenis, yaitu :
1)      Jenis yel-yel
Yel-yel walaupun sederhana tetapi mempunyai tingkat
“penyembuh” yang paling baik dibanding jenis lain. Dengan
melakukan yel-yel selain konsentrasi menjadi pulih kembali, juga
dapat menumbuhkan semangat yang tinggi dari peserta didik untuk melanjutkan pelajaran. Berdasarkan pengalamn yel-yel ada.
2)      model yang digunakan, yaitu:
Model interaktif yel
Interaktif yel yaitu model yel-yel yang diucapkan secara
bersahutan antara guru dengan siswa didik atau siswa didik
engan siswa lainnya.[8] Contoh yel model ini adalah :
Guru
Siswa
Halo
Hai
Hai
Halo
Apakabar
Luar biasa
Kita kembali ke…
Laptop
Are you ready?
Yes

3)      Model mono yel
Mono yel yaitu model yel-yel yang diucapkan sendiri oleh siswa didik baik secara individual maupun kelompok secara satuarah mulai awal hingga selesai yel diucapkan. Salah satu contoh yel model ini adalah sebagi berikut:
Mana dimana klompok paling hebat,
Klompok paling hebat adalah klompok VENUS
Mana dimana klompok paling dahsyat,
Klompok paling dahsyat adalah klompok VENUS
4)      Jenis tepuk tanganTepuk tangan
Pada awalnya adalah merupakan salah satu
ekspresi kegembiraan disamping tertawa. Teknik tepuk merupakan ice breaker yang apaling mudah karena tidak memerluka persiapan yang membutuhkan banyak waktu.[9]
Tepuk tangan sangat bagus dilakukan oleh siapa saja dengan tidak melihat usia. Dari anak kecil samapai orang tua tetap pantas melakukan jenis ini. Tepuk tangan juga dapat dimodifikasi menjadi banyak sekali modelnya. Ada beberapa model tepuk tangan, sebagai berikut:
Tepuk balas gerak tubuh Jenis tepuk dibalas gerak tubuh atau gerak tubuh dibalas tepuk menuntun konsentrasi dari siswa didik, namun sangat mengasyikkan untuk dijadikan ice breaker.

4.       Teknik Penerapan Ice Breaker dalam Pembelajaran
Teknik penggunaan ice breaker ada dua cara yaitu secara spontan
dilaksanakan dalam situasi pembelajaran dan direncanakan. ice breaker digunakan secara spontan dalam proses pembelajaran biasanya
digunakan tanpa skenario tetapi lebih banyak digunakan karena situasi
pembelajaran yang ada saat itu butuh energizer atau karena terlalu noice sehingga pembelajaran tidak terfokus lagi.
Pelaksanaan ice breaker dapat dibagi dalam tiga kegiatan
pembelajaran sebagai berikut:
Penerapan ice breaker secara spontan dalam proses pembelajaran
Ice breaker dapat dilakukan secara spontan dalam proses
pembelajaran. Hal ini tentu dilakukan tanpa persiapan atau tanpa
direncanakan terlebih dahulu oleh guru. Seorang guru yang tanggap
terhadap kondisi siwa tentu akan segera mengambil tindakan
terhadap kondisi dan situasi pembelajaran yang kurang kondusif
selama KBM.
Ice breaker diberikan secara spontan adalah dengan tujuan
antara lain untuk : 1)Memusatkan kembali perhatian siswa, 2) Memberikan semangat baru pada saat siswa mencapai titik
jenuh, 3) Mengalihkan perhatian terhadap fokus materi pelajaran yang
berbeda.
Ice breaker yang dilaksanakan secara spontan memiliki
beberapa keunggulan, yaitu: 1) Lebih kontekstual dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang dihadapi saat itu., 2) Guru lebih kreatif memanfaatkan kondisi siswa untuk melakukan Ice breaker secara interaktif, 3) Kejenuhan yang dialami siswa cepat segera dapat diatasi
Ice breaker di awal kegiatan pembelajaran
Pada kegiatan awal pembelajaran biasanya anak masih dalam
kondisi segar, kecuali sebelumnya ada mata pelajaran lain. Kondisi
yang masih segar seperti ini dapat menggunakan ice breaker tipe
ringan, yaitu dengan menepuk-nepuk punggung tangan dengan
punggung tangan, telapak kaki dengan telapak kaki, atau
kebalikannya telapak tangan dengan telapak kanan dengan punggung
kaki dengan punggung kaki. Dapat juga diisi dengan berbagai tepuk
sesuai dengan mata pelajaran yang akan dilakukan.
Ice breaker yang direncanakan dalam Rencana Pelaksaan
Pembelajaran (RPP) memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak
didmiliki pada Ice breaker spontan, antara lain :1) Ice breaker dapat dipilih secara lebih tepat, baik dalam
menyesuaikan materi pembelajaran maupun ketepatan dalam
memenuhi prinsip-prinsip penggunaan Ice breaker dalam
pembelajaran, 2) Ada kesempatan bagi guru untuk belajar terlebih dahulu terhadap Ice breaker yang belum dikuasainya, 3) Ice breaker yang dipersiapkan lebih sinkron dengan strategi
pembelajaran yang dipilih guru saat itu, 4) Ice breaker terasa lebih menyatu dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung.[10]
Ice breaker pada inti kegiatan pembelajaran
Pada kegiatan inti pembelajaran merupakan saat-saat krusial
di mana siswa harus terus memusatkan perhatian selama jam
pembelajaran berlangsung, baik pada saat mengerjakan tugas
ataupun mendengarkan penjelasan guru. Penggunaan ice breaker
pada inti pembelajaran harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :1) Ice breaker digunakan pada saat pergantian sesi atau pergantian kegiatan. Ice breaker hendaknya jangan digunakan pada saat tengah-tengah kegiatan, seperti pada saat diskusi, kerja
kelompok, demonstrasi dan lain-lain, 2) Ice breaker dilakukan pada saat anak mengalami kejenuhan atau
kebosanan dalam menjalankan tugas belajar. Hal ini diperlukan
untuk mengembalikan stamina kepada peserta didik agar dapat
optimal dalam mengikuti proses pembelajaran, 3) Ice breaker juga dapat digunakan untuk memberikan penguatan
materi pembelajaran yang sedang diberikan.
Biasanya Ice breaker yang dapat digunakan untuk penguatan adalah jenis yelyel ataupun jenis lagu. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:1) Siswa dibagi jadi dua, barisan anak perempuan dan barisan anak laki-laki yang akan memainkan “hujan ajaib”, 2) Setiap anak dalam barisan memegang pundak temannya, guru mempunyai 4 instruksi. Instruksi tersebut adalah:Hujan petir (tel apak tangan dimiringkan, dan dipukul-pukulkan berlahan di pundak teman yang ada di depannya).

5.      Prinsip-prinsip Penggunaan Ice Breaker dalam Pembelajaran
Tujuan utama ice breaker dalam pembelajaran adalah untuk
mengoptimalkan belajar siswa. Dengan dilakukanya ice breaker motivasi siswa menjadi tinggi, sehingga mempunyai rasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu penggunaan ice breaker dalam proses embelajaran perlu mempertimbangkan beberapa prinsip sebagai berikut:
a.      Efektifitas
      Jenis ice breaker apapun yang digunakan dalam proses
pembelajaran haruslah dalam rangka menguatkan strategi
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan dilakukanya ice
breaker
mestinya tujuan pembelajaran semakin efektif dicapai. Ice
breaker
yang sekiranya akan membuat pembelajaran tidak kondusif dalam situasi tertentu hendaknya dihindari.
b.      Motivasi
      Tujuan utama ice breaker adalah meningkatkan motivasi
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan ice breaker diharapkan siswa yang belum termotifasi untuk mengikuti
pembelajaran menjadi termotifasi, atau siswa yang sudah jenuh
mengikuti proses pembelajaran dapat kembali kepada performa
awal, sebagaimana saat awal pembelajaran yang penuh motivasi.[11]
c.       Sinkronized
      Akan sangat baik jika ice breaker yang dipilih adalah ice
breaker
yang sesuai atau sinkron dengan materi yang dibahas pada
saat itu. Dengan demikian ice breaker akan mempunyai daya
penguat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
d.      Tidak berlebihan
      Ice breaker adalah kegiatan yang sangat menyenangkan bagi
siswa, sehingga mereka akan termotivasi untuk mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Namun demikian penggunaan ice breaker yang berlebihan justru akan mengaburkan tujuan pembelajaran itu sendiri. Selain itu juga perlu memperhatikan ketersediaan waktu/jam pelajaran yang sedang di ampu.
e.       Tepat situasi
      Ice breaker hendakanya dilaksanakan tepat situasi. Ice
breaker
yang dilakasanakan serampangan dikhawatirkan justru akan merusak situasi yang sudah kondusif. Tentu situasi menjadi
membingungkan menjadikan proses pengerjaan tugas tidak terfokus lagi.
f.       Tidak mengandung unsur SARA
      Ice breaker yang diberikan kepada siswa hendaknya
dipilihkan yang mempunyai nilai positif terhadap rasa persatuan dan kesatuan. Hal-hal yang mengandung unsur membedakan atau
menghina Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan harus
dihindarkan, sekalipun hal tersebut sebagai lelucon saja.


g.      Tidak mengandung unsur pornografi
      Sebagai pendidik guru harus memilih jenis Ice Breaker yang
edukatif, sopan dan tidak mengandung unsur pornografi.

6.      Teknik Pengembangan Ice Breaker dalam Pembelajaran
            Secara garis besar dibedakan menjadi teknik pengembangan ice
breaker
, yaitu:
a.       Browsing and Sharing
      Browsing and sharing atau mencari dan berbagi adalah teknik
mengembangkan ice breaker yang paling mudah. Hanya diperlukan usaha baik dari buku-buku, majalah, teman ataupun dari internet. Hal yang sangat murah dilakukan untuk mencari berbagau jenis ice breaker adalah dengan meminta dari teman guru yang lain, atau guru yang habis dari pelatihan dan penataran.
Selain mencari di dalam buku atau sesama teman guru, dapat
juga browsing di internet. Selain browsing dapat juga berbagi aneka jenis ice breaker. Di internet bahkan dapat diperoleh berbagai jenis ice breaker baik yang berupa narasi, audio, bahkan jenis audio visual.[12]

b.      Modification
      Teknik yang agak kreatif dalam mengembangkan ice breaker
adalah dengan cara memodifikasi. Teknik ini dapat dilakukan
dengan baik jika guru sudah melakukan teknik yang pertama. Dalam memodifikasi ice breaker yang dapat dilakukan adalah dengan cara merubah beberapa bagian dari jenis ice breaker yang sudah ada sesuai dengan selera kita.

c.       Innovation
      Istilah inovasi pertama kali dikemukakan oleh Schumpete, inovasi adalah mengkreasikan dan mengimplementasikan
sesuatu menjadi satu kombinasi baru. Menurut Santoso,
tujuan inovasi adalah meningkatkan sumber-sumber tenaga, uang,
dan sarana, termasuk struktur dan prosedur.
      Menurut wilkipedia inovasi didefinisikan sebagai berikut :
Innovation is the creation of better or more effective
product, process, services, technologis, or ideas that are
accepted by merkets, government and society. Innovation
differs from invenion in that innovationrefers to the use of a
new idea ot method, whereas invention reffers more directly
to the creation of the idea or method itself
”.42
Berdasarkan pengertian tersebut inovasi adalah pembentukan
produk yang lebih baik atau lebih efektif baik dilihat dari proses,
layanan, teknologi, atau ide-ide yang diterima oleh pasar, pemerintah dan masyarakat. Dengan begitu inovasi bukanlah dipandang sebagai hasil, namun lebih kepada proses atau cara untuk menghasilkan yang baru.[13]

B.     Tinjauan Tentang Prestasi Belajar Siswa
1.      Pengertain Prestasi Belajar
            Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi. Sedangkan menurut Syaiful bahri Djamarah adalah sebagai berikut “Pretasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kolektif”.
Pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa, merujuk pada
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.[14] Oleh karena itu, ketiga
aspek diatas juga harus menjadi indikator prestasi belajar. Artinya,
prestasi belajar harus mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Menurut Nana Sudjana, ketiga aspek diatas tidak berdiri
sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan
membentuk hubungan herarki.
            Para periset telah menemukan bahwa banyak murid sukses punya kecemasan pada level moderat. Tetapi beberapa murid punya tingkat kecemasan yang tinggi dan konstan, sehingga bisa mengganggu kemampuan mereka untuk meraih prestasi.[15]
2.      Tipe-tipe prestasi Belajar
a.      Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif
      Tipe-tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup :
1)      Tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Pengetahuan hafalan merupakan terjemahan dari kata
knowledge” meminjam istilah Bloom. Pengetahuan ini
mencakup aspek faktual dan ingatan (sesuatu hal yang harus
diingat kembali) seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan lain-lain. Tuntutan akn hafalan, karena dari sudut respons siawa, pengetahuan itu perlu dihafal atau diingat agar dapat dikuasai dengan baik. Tipe prestasi belajar pengetahuan merupakan tingkatan tipe prestasi belajar yang paling rendah. Namun demikian, tipe
prestasi belajar ini penting sebagi prasyarat untuk menguasai
tipe-tipe prestasi belajar yang paling tinggi.
2)      Tipe prestasi belajar pemahaman (comprehention)
      Tipe prestasi belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat
dari tipe prestasi belajar “pengetahuan hafalan”. Pemahaman
memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu
konsep. Ada tiga macam pemahaman yaitu :1. Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang tekandung di dalamnya., 2. Pemahaman penafsiran, misalnya membedakan dua konsep yang berbeda, 3. Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, dan memperluas wawasan.[16]
3)      Tipe prestasi belajar penerapan (aplikasi) Tipe prestasi belajar penerapan merupakan kesanggupan menerapkan dan mengabstraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru.
4)      Tipe prestasi belajar analisis
Tipe prestasi belajar analisis merupakan kesanggupan memecahkan, menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti. Analisis merupakan tipe prestasi belajar yang kopleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
5)      Tipe prestasi belajar sintesis
      Sintesis merupakan lawan analisis. Analisis tekanannya
adalah pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi
bagian yang bermakna, sedangkan pada sintesis adalah
kesanggupan menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi
satu integritas. Berfikir konfergent biasnya digunakan dalam
menganalisis, sedangkan berfikir devergent selalu digunakan
dalam melakukan sintesis.
6)      Tipe prestasi belajar evaluasi
      Tipe prestasi belajar evaluasi merupakan kesanggupan
memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan
judgment yang dimilikinya dan kriteria yang digunakannya.
Tipe prestasi belajar ini dikategorikan paling tinggi, mencakup
semua prestasi yang telah disebut diatas.
7)      Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif
      Bidang afektif berkenan dengan sikap dan nilai. Ada
kecenderungan bahwa prestasi belajar bidang afektif kurang
mendapat perhatian dari guru, mereka lebih cenderung
memperhatikan atau tekanan pada bidang kognitif semata. Tingkat bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup: :a. Receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menrima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala.b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan
seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. c. Valuing (penilaian), yakni berkenan dengan penilaian dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. d. Organisai, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu sistem
organisai, e. Karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya.
8)      Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor
Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor tampak dalam
bentuk ketrampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang.
9)      Adapun tingkat ketrampilan itu meliputi : a. Gerakan refleks (ketrampilan pada gerakan yang sering tidak
disadari karena sudah merupakan kebiasaan)
, b. Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar, c. Kemampuan perspektual termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif motorik dan lain-lain, d. Kemampuan bidang fisik, e. Gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai dari
ketrampilan sederhana sampai ketrampilan yang kompleks, f.Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
            Belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Hasil dari aktifitas belajar terjadi perubahan dalam diri individu. Dengan demikian belajar dapat dikatakan berhasil bila terjadi perubahan dalam individu.
            Belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri dan segala aspek organisme seseorang.

C.    Tinjauan Tentang Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Pendidikan Agama Islam
a.      Pengrtian Bahasa
Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja rabba. Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits
Nabi.[17]
b.      Pengertian Istilah
Menurut Prof. Dr. Richey dalam bukunya Planning For
Teaching And Introduction to Education
, dikatakan: Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat
terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi
muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawab di
dalam masyarakat.[18]
Jadi pendidikan adalah suatu aktivitas
sosial yang esensial memungkinkan masyarakat yang
komplek, modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses
spesialisasi dan melembaga dengan formal, yang tetap
berhubungan dengan proses pendidikan di luar sekolah.Dalam GBPP PAI di sekolah umum dijelaskan bahwa
pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melaui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[19]
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan mendidik dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, bathin dan sebagainya.[20]
Pendididkn berasal kata didik, artinya bina, mendapat awalan Pen-, akhiran-an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran, dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan.[21]
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١

Dari pengertian diatas dapat diambil paham dari segi bahasa yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pendidikan yaitu suatu perbuatan yang baik dalam hal mendidik anak (remaja) dalam pemeliharaan diri baik secara jasmani (badan) maupun rohaninya (bathin), agar menjadi anak yan bertanggung jawab dalam segala tindakan yang di lakukan terhadap masyarakat disekitarnya.
Pengertian pendidikan dari segi bahasa arab adalah suatu usaha untuk menjadikan anak didik merasa nyaman dan menerima ilmu pengetahuan dan dapat mengamalkan, mengembangkan ilmunya dalam kehidupan, baik secara pribadi maupun secara sekelompok terlebih baik di masyarakat yang luas.
Kursyid ahmad berpendapat bahwa dari segi bahasa (etimolgi), education (pendidikan) berasal dari bahasa latin to ex (out) yang berarti keluar, dan decure duc yang berarti mengatur, memimpin, mengarahkan (to lead). Dengan demikian secara harfiah pendidikan berarti mengumpulkn, menyampaikan informasi dan menyalurkan bakat. Pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampain informasi dan pengembangan bakat yang tersembunyi.[22]
Dari pengertian menurut Kursyid Ahmad, bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk mengatur, memimpin serta mengarahkan secara positif terhadap anak didik, agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang negativ, yang mencelekakan orang sekelilingnya. Oleh karena itu, seorang pendidik harus harus memiliki kepribadian yang bersifat mendidik, mengasuh, memelihara dan menciptakan suasana yang berbedeaa, dalam artian suasana damai, tentram dan terkendali terhadap anak didik mereka.
Kemudian Bapan pendidikan Nasional, Ki Hajar Dawantara mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan Bathin, Karakter), pikiran (intellec) daan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yng kita didik selaras dengan dunianya.[23]
Adapun pengertian Islam berasal dari bahasa Arab aslam, yuslimu, islaman yang berarti berserah diri, patuh dan tunduk. Kata aslama tersebut pada mulanya berasal dari salima yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari pengertian demikian secara harfiah Islam dapat diartikan patuh, tunduk, berserah diri (Kepada Allah) untuk mencapai keselamatan.[24]
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 85 yang berbunyi:
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥
Secara terminologis pengertian Islam tak dapat dilepaskan dari makna kata asal dimaksud. Bila Islam dikaitkan dengan pendidikan, maka penyusunan rumusnya setidak-tidaknya harus dapat menggambarkan unsur makna kata-kata tersebut. Manafikan kenyataan ini akan menjadikan pendidikan Islam kurang lengkap.[25]
Berdasarkan pengertian pendidikan dan Islam tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama dengan ajaran-ajaran Islam yakni terbentuknya kepribadian seorang muslim yang hakiki.
Untuk lebih jelasnya dikemukakan berikut pengertian pendidikan Islam menurut pandangan beberapa ahli, antara lain adalah:
Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdsarakan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kerpibadian yang memiliki niali-nilai Agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sedangkan menurut Mustafa Al-Ghulayani berpendapat bahwa Pendidkan Islam ialah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air peunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwnya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan Tanah Air.[26]
Adapun buku metodik khusus pengajaran Agama Islam DEPAG memuat: “Pendidikan Agama di Sekolah berarti suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama”. Sedangkan buku “ Metodik khusus Pendidikan Agama” oleh Zuhairini Dkk membedakan antara Agama dan pengajaran Aama sebagai berikut: Pendidikan Agama berarti; Usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan pengajaran Agama berarti: pemberian pengetahuan agama anak agar suapay mempunyai ilmu pengetahuan Agama.[27]
Dari uraian diatas penulis dapat mengambiol kesimpulan bahwa paa ahli didik Islam berbeda pendapt mengenai rumusan pendidikan Islam, ada yang menitik beratkan pada segi pembentukan akhlak manusia, ada pula yang menuntut teori dan praktek, sebagian lagi menghendaki kepribadian muslim dan lain-lain. Perbedaan tersebut diakibatkan pola pikir yang berbeda-beda masing-masing setiap manusia yang penting dari masing-masing ahli tersebut.
Namun dari perbedaan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan, adanya titik persamaan yang secara ringkas dapat di kemukakan sebagai berikut: Pendidikan Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepeda terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.
Pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran
agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasar ajaran agama. Pendidikan agama islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinaya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.[28]

2.      Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Dalam Pedoman Pengembangan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa mata pelajaran pendidikan Agama
Islam disekolah memuat materi al-Qur’an dan Hadits, Aqidah/Tauhid,
Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Ruang Lingkup tersebut
menggambarkan materi pendidikan agama yang mencakup perwujudan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun
linkungannya. Ruang lingkup PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok yaitu al-Qur’an Hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.[29]

3.      Tujuan Pendidikan Agama Islam
Secara umum, Pendidikan Agam Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim
yang beriaman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yag hendak
ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama
Islam, yaitu: [30]
a.       Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam
b.      Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan
peserta didik terhadap ajaran agama Islam
c.       Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam, dan
d.      Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang
telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan nilainilainya dalam kehidupan pribadi.[31]
Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang
beriaman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai
perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan spiritual mencakup
pengamalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kahidupan individual ataupun
kolektif kemasyarakatan.[32]

4.      Fungsi dan Pendekatan Pendidikan Agam Islam
Pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di sekolah umum
berfungsi untuk :
a.       Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta
akhlak mulia peserta didik secara optimal, yang telah ditanamkan
lebih dahuludalam lingkungan keluarga.
b.      Penananan nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti
kehidupan untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia ini
maupun di akhirat kelak.
c.       Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan
sosial melalui penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam yang
berkaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.
d.      Perbaiakan kesalahpahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif baik yang berasal dari pengaruh budaya asing maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
f.       Pengajaran tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum,
sistem dan fungsionalnya dalam kehidupan sehingga terbentuk
pribadi muslim yang sempurna.
g.      Penyiapan dan penyaluran peserta didik untuk mendalami
pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk mengimplementasikan fungsi pendidikan agama tersebut,
maka pendidikan agama tidak bisa berdiri sendiri dan terpisah dengan mata pelajaran lainnya, sebaliknya pendidikan agama Islam justru harus menjadi ruh dan spirit bagi mata pelajaran lain.[33]
Dari perspektif pengembangan kurikulum, terdapat tiga kategori
pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan agama, yaitu: a.Pendekatan sistem/teknologi (technology based curriculum), yaitu
kurikulum dikembangkan berdasarkan sistematisasi disiplin
keilmuan, b. Pendekatan berpusat pada peserta didik/humanistik (learner based curriculum), memandang pengajaran lebih holistik dimana belajar difokuskan dengan arah yang jelas untuk membantu pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal, c. Pendekatan berpusat maslah/inkuiri (problem based curriculum),
memandang pembelajaran merupakan proses mencari dan
menemukan makna. Dalam proses pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan menetapkan ideologi ilmiah yang digunakan pada
setiap disiplin ilmu yang diajarkan.

D.    Tinjauan tentang Pengaruh Penerapan Ice Breaking terhadap Prestasi Belajar Siswa
Pada umumnya saat guru mengajar di ruang kelas sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk menyampaikan materi pelajaran tanpa
memperhatikan bagaimana kondisi dan kemampuan daya tangkap atau
memori para siswanya. Kebanyakan guru menganggap hal itu sebagai salah satu bentuk pemanfaatan waktu yang tepat. Hal ini bisa kita pahami karena guru mempunyai target kurikulum yang harus selesai disampaikan kepada siswa dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Oleh karenanya dari sekian banyak materi yang telah dijelaskan guru,
seringkali tidak dapat diserap semua dengan baik oleh para siswa. Hal ini
membuktikan adanya penurunan kemampuan daya tangkap otak dalam
menyimpan memori setelah beberapa saat lamanya. Kalau kita cermati pada awalnya grafik tingkat daya serap siswa terhadap apa yang disampaikan guru cukup tinggi. Namun seiring dengan berjalannya waktu, beberapa menit kemudian terjadilah penurunan memori atau tingkat daya serap siswa terhadap materi pelajaran.[34]
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep memori yakni,
Pertama, teori interferensi yang menyatakan bahwa manusia lupa bukan
karena kehilangan memori tetapi karena informasi lainnya menghalangi hal yang ingin diingati. Kedua, teori kemerosotan (decay theory), yang
menjelaskan sebab-sebab mengapa manusia dapat melupakan sesuatu.
Menurut teori decay seba-sebab itu terdiri atas dua jenis "penganggu
(interference), yakni interferensi proaktif dan interferensi retroaktif.
Interferensi proaktif terjadi ketika informasi yang dipelajari sebelumnya mengganggu pengingatan kembali suatu hal yang dipelajari kemudian. Ini dapat menjadi bermasalah ketika informasi yang baru tidak dapat digunakan dengan benar akibat diganggu informasi lama.
Interferensi retroaktif adalah kebalikan dari interferensi proaktif, di mana informasi baru menggangu informasi lama.
Akhirnya dengan mempertimbangkan beberapa teori yang terkait
dengan konsep memori atau penurunan daya tangkap otak dan pentingnya
manfaat ice breaking. Pada saat inilah merupakan saat yang paling tepat
untuk melakukan ice breaking.
Guru yang efektif tahu bahwa murid akan termotivasi saat mereka
bisa memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan
memberi kesempatan murid untuk perpikir kreatif dan mendalam untuk
proyek mereka sendiri. Guru yang efektif membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif.
Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator harus mampu mengetahui
suasana pikira yang dialami oleh siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran agar pelajaran yang telah disampaikan oleh guru mampu diserap dengan baik oleh siswa. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengubah suasana yang membosankan, membuat ngantuk yaitu menerapkan Ice breaking agar suasana kelas menjadi lebih hidup serta dapat mengembalikan potensi atau kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran secara maksimal.
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar,
masalah yang dihadapi ialah sampai ditingkat mana prestasi belajar yang
telah dicapai, sehubungan dengan hal inilah keberhasilan belajar dibagi
menjadi beberapa tngkatan atau taraf, antara lain sebagai berikut: 1) Istimewa/maksimal Apabila seluruh bahan pelajaran yang telah diajarkan dapat dikuasai oleh siswa, 2) Baik sekali/optimal Apabila sebagian besar (76% - 99%) bahan pelajaran yang telah dipelajari dapat dikuasai siswa,[35] 3) Baik/minimal Apabila bahan pelajaran yang telah diajarkan hanya (60% - 75%) dapat dikuasai siswa, 4) Kurang Apabila bahan pelajaran yang telah diajarkan kurang dari 60% yang telah
dikuasai siswa.
Pengaruh penerapan Ice breaking terhadap presatsi belajar sangatlah penting. Hal ini terlihat ketika siswa dalam keadaan siap dalam menerima pelajaran, maka setiap pelajaran yang telah disampaikan guru akan dengan mudah masuk dan tersimpan dengan baik dalam otak dan ingatan siswa. Dengan demikian, siswa mampu memahami dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru karena pelajaran yang sudah diajarkan masih melekat pada ingatan siswa, sehingga menjadikan prestasi siswa juga semakin meningkat.


[1] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif, (Surakarta: Yuman Pressindo, 2012),
h. 1
[2] http://komunikasi.um.ac.id/?p=2432
[3] M. Said, 80+ Ice Breaker Games-Kumpulan Permainan Penggugah Semangat,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h. 1
[4] Bunda Lucy, Ade Julius Rizky, Dahsyatnya Brain Smart Teaching, (Jakarta: Penebar Plus, 2012), h. 50
[5] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif, (Surakarta: Yuman Pressindo, 2012), h.
3


[6] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif, h. 4-12


[7] M. Said, Ice Breaker Games - Kumpulan Permainan Penggugah Semangat, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h.87

[8] http/icebreakingdlmpembelajaran-100302210222phpapp02.htm
[9] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif, h. 33-35
[10] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif,h. 109

[11] Melvin L. Silberman, Active Learning 101 cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung:
Nusamedia, 2009), h. 14
[12] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif,h. 105-107

[13] Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif,h. 125-128

[14] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), h.19
[15] Tohirin, Psikologi pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 151
[16] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan edisi kedua, (Jakarta: Kencana 2008), h. 529

[17] Tohirin, Psikologi pembelajaran Pendidikan Agama Islam,h. 159
[18] Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h.4
[19] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 25
[20] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h, 291
[21] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h, 53
[22] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h, 289
[23] Abdullah Nata, Metedologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), 289
[24] Ibid, h, 23         
[25] H. Jalaluddin, Teologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h, 68
[26] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h, 10
[27] Muhammah Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h, 166
[28] Muhaimin, Paradigama Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 ), h.75

[29] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 86
[30] Muhaimin, Paradigama Pendidikan Islam, h.79
[31] Asmaun sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), h.17
[32]Muhaimin, Paradigama Pendidikan Islam, h. 78

[33] Asmaun sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, h. 17-18

[34] Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah Dan Madrasah, (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2008), h.7-8

[35] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan edisi kedua, (Jakarta: Kencana 2008), h. 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar