Kamis, 26 Oktober 2017

BAB II HUMANISTIK



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pendidikan Humanistik
1.      Pengertian Pendidikan Humanistik
Hakikat pendidikan adalah mengembangkan harkat dan martabat manusia (human dignity) atau memperlakukan manusia sebagai humanizing human sehingga menjadi manusia sesungguhnya.Pendidikan harus bisa menumbuhkan kepercayaan dan rasaaman sehingga siswa terhindar dari rasa ketakutan.[1]
Saat ini, wajah pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu untuk menempatkan siswa sebagai manusia yang bermartabat dalam proses pendidikan yang manusiawi. Peserta didik masih acap kali terbebani dengan beratnya target pendidikan yang ingin dicapai oleh sekolah. Akibat yang muncul, siswa merasa takut dan berbagai potensi yang dimiliki tidak berkembang.
Pada tahun 1970-an muncul teori pendidikan humanistik. Teori ini bertolak dari tiga filsafat, yaitu pragmatisme, progresivisme dan eksistensialisme.[2]Pendidikan humanistik terlahir dari pemikiran filosofis dari eksistensilalisme dan pragmatisme yang didukung oleh pengembangan dan pembaruan pemikiran progresivisme.
Kata humanistik pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan sebuah pendekatan dalam pendidikan.[3] Jadi dapatdiketahui bahwa pendidikan humanistik adalah sebuah teori pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan.Tidak berbeda dengan teori pendidikan lainnya, pendidikan humanistik berupaya untuk mengembangkan potensi manusia.
konsep utama dari pemikiran pendidikan humanistik adalah menghormati harkat dan martabat manusia. Knight menyatakan hal mendasar dalam pendidikan humanistik adalah keinginan untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang menjadikan siswa terbebas dari kompetisi yang hebat, kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan gagal.[4]
Olafson dalam the Encyclopedia of Education mendefinisikan pendidikan humanistik sebagai berikut:
Pendidikan humanistik (humanistic education) adalah pendidikan yang bersumber dari ajaran asumsi humanisme.[5] Model pendidikan ini lebih merupakan pendidikan kemanusiaan daripada pendidikan tentang pengetahuan-pengetahuan yang khusus untuk profesi tertentu. Pendidikan humanistik adalah pendidikan umum sehingga bukan pendidikan spesialis. Penafsiran terhadap kekuatan manusia yang unik pada dasarnya dapat menghasilkan bentuk yang sama dengan pendidikan non-spesialis yang disebut dengan humanistik.
Pendidikan humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Oleh karena itu, pendidikan humanistik tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak. Para pendidik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individumengenali dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka. Tujuan yang tidak sesuai dengan potensi anak tidak menjadi sasaran pendidikan humanistik.
Dalam Islam, pemikiran tentang pendidikan humanistik bersumber dari tugas utama diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu‟alaihi wassalam yaitu memberikan rahmat dan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Hal yang demikian dapat kita lihat dalam firman Allah  SWT yang antara lain  terdapat dalam surah Lukman ayat 13 sebagai berikut: 
وَإِذْ َالَ لُقْمَانُ لاِبْنِه وَهُوَ يَعِظُه يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظِيْمٌ

Definisikan pendidikan humanistik dalam Islam sebagai proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk religius,abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinya.[6]
pendidikan humanistik hendak membentuk manusia yang memilikikomitmen humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memeliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab sebagai insan individual namun juga berada di tengah masyarakat. Dengan demikian, ia mempunyai tanggung jawab moral untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat untuk kemaslahatan masyarakatnya.[7]
Pengembangan potensi tersebut akan terwujud manakala penyelenggaraan pendidikan mendasarkan pada pripsip yang humanis yakni melindungi nilai hidup, harkat dan martabat manusia. Pendidikan humanistik Islami ini akan merealisasikan tujuan humanisme Islam yaitu keselamatan dan kesempurnaan manusia karena kemuliannya.
Sebagai sebuah model pendidikan yang mampu memberikan penghargaan yang begitu bessar kepada peserta didik, pendidikan humanistik sangat cocok untuk diterapkan di berbagai tingkatan pendidikan. Tidak hanya di tingkat dasar seperti SD atau MI, tetapi juga sangat cocok diterapkan di SMP, SMA bahkan perguruan tinggi.Tokoh-tokoh Humanistik
Beberapa tokoh teori humanistik adalah:
a.       Abraham Maslow
Abraham Maslow adalah pakar psikologi asal Rusia. Ia mempunyai pandangan yang positif kepada manusia bahwa manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang. Dalam teori needs yang ia kemukakan, Maslow mengatakan bahwa manusia dimotivasi, Self, Actualization, Self esteem, love and belongingness, Safeety need, Physiological need, oleh sejumlah kebutuhan. Kebutuhan itu dibedakan menjadi dua yaitu basic needs dan meta needs.
Basic needs atau kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang, rasa aman, harga diri. Sementara kebutuhan meta meliputi keadilan, kesatuan, kebaikan, keteratur, keindahan. [8]Selanjutnya Maslow menyusun kebutuhan itu secara hirarkis dari kebutuhan terendah sampai kebutuhan yang tertinggi. Lima kebutuhan itu digambarkan dalam piramida kebutuhan sebagai berikut.
Berikut penjelasan dari piramida hierarki need:
a.      Physiological needs
Physiological needs adalah kebutuhan dasar manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan ini berupa makan, minum, oksigen, istirahat, dan keseimbanagn temperatur.Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar manusia bisa meraih kebutuhan yang lebih tinggi.[9]
b.      Safeety needs
Safety need yaitu kebutuhan akan rasa aman. Merupakan kebutuhan psikologis yang fundamental dan perlu dipenuhi karena bisa mempengaruhi kepribadian yang serius. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua macam yaitu aman secara fisik dan aman secara psikologis.[10]
c.       Love and Belongingness
Love and Belongingness adalah kebutuhan akan kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini timbul di lingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan sebaya dan akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas.
d.      Self Esteem
Self Esteem adalah kebutuhan akan rasa harga diri. Ada dua macam self esteem yakni rasa harga diri oleh diri sendiri serta penghargaan yang diberikan orang lain terhadap diri seseorang. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, rasa berguna. Begitu pula sebaliknya, jika tidak terpenuhi bisa menimbulkan sikap rendah diri, rasa tidak pantas, rasa tak mampu dan sikap negatif lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan sangat membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
e.       Self Actualization
Self Actualization merupakan kebutuhan tertinggi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mengekspresikan, mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan untuk menjadi diri sendiri dan eksistensi diri. [11]
Hierarki kebutuhan mansuia tersebut mempunyai implikasi bagi siswa. Guru harus memperhatikan kebutuhan siswa ketika beraktivitas di dalam kelas. Guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswa. Menurut Maslow, minat atau motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokok siswa tidak terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa persiapan akan membawa berbagai macam persolan tersebut ke dalam kelas sehingga menggaggu kondisi ideal yang diharapkan.
b.      Carl Rogers
Carl Rogers tidak menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional siswa. Rogers membedakan dua ciri belajar:
1)      Belajar bermakna
Belajar akan bermakna jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan siswa. Ausebel mengemukakan teori belajar bermakna yang intinya adalah suatuproses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang .Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna adalah struktur kognitif, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan.[12]
Belajar yang tidak bermakna
Belajar yang tidak bermakna adalah belajar yang hanya melibatkan aspek pikiran siswa saja tanpa keterlibatan perasaannya.
Rogers memusatkan kajian-kajiannya pada potensi-potensi individu sehingga teorinya dinamakan “Client-Centered”. Inti dari teorinya tersebut adalah:
a)      Pandangan positif terhadap klien dan menerima klien apa adanya bagaimanapun keadaannya.
b)      Tidak mengevaluasi klien, tidak menilai baik atau buruk, salah atau benar, tidak menentang maupun menyetujui.
c)      Terapis mendengarkan keluhan klien dengan penuh simpati, menunjukkan pemahaman dan penerimaan.
d)     Terapis berperan untuk memantulkan kembali perasaan klien, memperjelas dan mengklarifikasi perasaan atau pikiran klien.
Rogers menyarakankan adanya suatu pendekatan yang menjadi belajar mengajar lebih manusiawi. Menurut Sri Rumini gagasan tersebut adalah:[13]
1)      Hasrat untuk belajar
Manusia mempunyai hasrat untuk belajar.hal ini terlihat ketika seorang anak begitu merasa ingin tahu ketika sedang mengeksplorasi lingkungannya. Dalam kelas yang humanistik, anak mempunyai kebebasan dan kesempatan untuk memuaskan dorongan ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya.


2)      Belajar yang berarti
Prinsip belajar ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar dengan kebutuhan yang diinginkan siswa. Anak akan belajar jika ada hal yang berarti baginya.
3)      Belajar tanpa ancaman
Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar ketika siswa dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman yang baru, atau membuat kesalahan tanpa adanya kecaman yang bisa menyinggung perasaannya. Adanya rasa nyaman ini membuat hasil belajar tersimpan dengan baik.
4)      Belajar atas inisiatif sendiri
Belajar akan bermakna jika dilakukan atas inisiatif sendiri. Siswa mampu memilih arah belajarnya sendiri tanpa ada tekakan dari orang lain. Hal ini menjadikan siswa memiliki kesempatan untuk menimbang, membuat keputusan, memilih, dan instropeksi diri.hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri siswa.
5)      Belajar dan perubahan
Belajar paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Setiap anak telah mempelajari fakta dan gagasan di masa lalu. Namun adanya perubahan, membuat seorang anak harus belajar di lingkungan yang sedang dan terus berubah.
Selain itu, Rogers berpandangan bahwa pengalaman belajar harus digunakan secara ekstensif dalam pendidikan yang luas. Aktivitas belajar hendaknya tidak sekedar menekankan aspek kognitif yang bersifat faktual, namun yang lebih penting adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar akan membuat siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang sedang dilakukan.
a.       Arthur W. Combs
Arthur W. Combs berpendapat bahwa perilaku batiniah, seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud, menyebabkan perbedaan diantara orang. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik bisa memahami perilaku siswa jika mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan perbuatannya pada suatu kondisi.[14]
Dalam proses pembelajaarn, informasi baru yang didapatkan siswa akan dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Anggapan yang keliru ketika pendidik beranggapan siswa akan mudah belajar jika bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Yang menjadi persolanbukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaiakn tetapi bagaimana membantu siswa untuk memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu dan mengaitkannya dengan kehidupannya.
3. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Humanistik
tujuan pendidikan menurut humanistik sebagai berikut:
a.       Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran identitas diri yang melibatkan perkembanagn konsep diri dan sistem nilai.
b.      Mengutamakan komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan, emosi, motivasi, dan minat siswa.
c.       Memberikan isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa sendiri.
d.      Memelihara perasaan pribadi yang efektif. siswa dapat mengembalikan arah belajarnya sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung jawab secara efektif serta memilih tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.
e.       Berusaha untuk mengadaptasikan siswa terhadap perubahan-perubahan. Pendidikan melibatkan siswa dalam perubahan, membantunya belajar bagaimana belajar, bagaimana memecahkan masalah, dan bagaimana melakukan perubahan di dalam kehidupannya.[15]
Tujuan pembelajaran lebih menititikberatkan pada proses belajar dari pada hasil belajar.
Adapun prinsip teori belajar humanistik adalah:
a.       Manusia mempunyai belajar alami.
b.      Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan mempunyai relevansi dengan maksud tertentu.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d.      Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
e.       Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
g.      Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses pembelajarannya.
h.      Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.        Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.        Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.[16]
4. Aspek –Aspek Kemanusiaan Pembelajaran Humanistik
Manusia adalah makhluk multidimensional yang memiliki berbagai macam potensi. Howard Gardner menelaahmanusia dari sudut kehidupan mentalnya, khususnya aktivitas intelegensianya. Menurutnya manusia memiliki 9 macam kecerdasan yaitu:
a. Kecerdasan linguistik
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat.
b. Kecerdasan Matematis –Logis
Komponen inti kecerdasan jenis adalah kepekaan kepada memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, dan berpikir logis, memecahkan masalah.
c. Kecerdasan Visual-Spasial
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung dan mendesain.
d. Kecerdasan Musikal
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titi nada dan warna nada serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kecerdasanini berkaitan dengan kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat musik.
e. Kecerdasan Kinestetis
Kompenen inti kecerdasan jenis ini adalah kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengola objek, respons dan refleks. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan.
f. Kecerdasan Interpersonal
Kompenen inti kecerdasan ini adalah kepekaan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerjasama, dan mempunyai empati yang tinggi.
g. Kecerdasan Intrapersonal
Komponen inti kecerdasan ini adalah memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengenali diri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitive terhadap nilai diri dan tujuan hidup.[17]
h. Kecerdasan Naturalis
Komponen inti kecerdasan ini adalah keahlian membedakan anggota-anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formalmaupun non-formal. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan identifikasi.
i. Kecerdasan Eksistensialis
Bentuk kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan nasehat dan pertimbanagn tentang hidup.Anak dengan kecerdasan ini, berpotensi menjadi ustad, psikolog atau orang yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan orang.
Seorang anak juga memiliki kecerdasan inteletual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Ketiga kecerdasan tersebut diharapakan bisa berkembang secara serasi sehingga seorang anak akan menjadi individu mandiri yang berjiwa tangguh ketika dewasa nanti.
Tokoh lain, yakni Ki Hajar Dewantara berpendapat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia melalui pendidikan harus mampu mengakomodasi pengembangan daya dan berbagai kecerdasan manusia tersebut secara utuh. Pengembangan yang hanya menitikberatkan pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beberapa nilai dan sikap dasar manusia yang ingin diwujudkan melalui teori humanistik yaitu:
1.      Manusia yang menghargai dirinya sendiri sebagai manusia.
2.      Manusia yang menghargai manusia lain seperti dia menghargai dirinya sendiri.
3.       Manusia memahami dan melaksanakan kewajiban dan hak-haknya sebagai manusia.
4.      Manusia memanfaatkan seluruh potensi dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
5.      Manusia menyadari adanya kekuatan akhir yang mengatur seluruh hidup manusia.[18]
a.       Implementasi Pendidikan Humanistik
Model Pembelajaran Humanisitik
Pada model pembelajaran humanistik siswa dipandang sebagai manusia yang kompleks dan unik. Model pembelajaran ini mengusahakan partisipasi aktif siswa.
Berikut beberapa model pembelajaran humanistik:
1)      Student Centered Learning
Konsep pembelajaran ini diajukan oleh Carl Rogers yang intinya:
a)      Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi.
b)      Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada hal-hal yang memperkuat dirinya.
c)      Manusia tidak bisa belajar jika berada dibawah tekanan.
d)     Pendidikan akan membelajarkan siswa secara signifikan jika tidak ada tekanan kepada siswa, dan perbedaan yang muncul difasilitasi.[19]
2)      Humanizing of The Classroom
Pencetus Humanizing of The Classroomadalah John P. Miller. Model pembelajaran ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi sehingga menyebabkan siswa putus asa dan mengakhiri hidupnya. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak hanya pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.
3)      Active Learning
Active Learning dicetuskan oleh M. L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan secara sekaligus.
Dalam Active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengar dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, diskusi dan melakukan akanmemperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan.

4)      Quantum Learning
Quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolingusitik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum Learning mengasumsikan jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara tepat akan membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya.[20]
Konsep dasar dari Quantum Learning adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung secara gembira sehingga akan lebih mudah informasi baru masuk dan terekam dengan baik.
5)      Quantum Teaching
Quantum Teaching berusaha mengubah mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan menjadi belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan yang integral. Model pembelajaran quantum teaching bersandar pada asas utama bawalah dunia mereka (siswa) ke dunia kita (guru), dan antarkanlah dunia kita (guru) ke dunia mereka (siswa).
Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnyaserta persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola sebaik-baiknya, diselaraskan hingga mencapai harmoni.
6)      The Accelerated Learning
Penggagas model pembelajaran ini adalah Dave Meir. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual dan Intellectual (SAVI). Somatic berarti learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory berarti learning by talkingand hearing(belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual berarti learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual maksudnya learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Adapun proses belajar yang umum dilalui adalah:
a)      Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b)      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif.
c)      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d)     Mendorong siswa untuk peka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e)      Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. Guru mencoba memahami jalan pikir siswa, mendorong siswa bertanggung jawab atas perbuatannya.
f)       Memberikan kesempatan siswa untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
g)      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.[21]
Penilaian belajar yang dilakukan adalah penilaian berbasis proses. Guru punya kesempatan untuk menilai aktivitas siswa setiap kali bertatap muka dengan siswanya. Selain itu juga bisa memakai penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio dan penilaian diri (self assessment[22]).


a.       Guru
Implikasi dari hierarki kebutuhan Maslow, mengharuskan guru untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar anak sehingga kebutuhan yang lebih tinggi juga terpenuhi. Guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, self esteem maupun aktualisasi diri.[23]
Selain itu guru berperan sebagai fasilator bagi siswa. Menurut Rogers tugas guru adalah:
1)      Guru perlu membina kepercayaan siswa sedini mungkin agar bisa menjalankan tugasnya secara maksimal di kelas.
2)      Guru perlu mendorong siswa mengungkapkan keinginan-keinginan pribadi dan kelompok, dan tugas memperjelas keinginan-keinginan tersebut untuk menghindari pertentangan.
3)      Guru perlu mengupayakan kemandirian anak, dan memotivasi siswa untuk menemukan cara belajar yang sesuai.
4)      Guru berperan sebagai narasumber, memperluas pengalaman belajar siswa dan mendorong keaktifan seluruh kelompok.
5)      Guru perlu mengenal dan menerima pesan-pesan emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh siswa dan kelompoknya.
6)      Guru berperan sebagai partisipan aktif dalam kelompok dan mendorong keterbukaan untuk menyatakan perasaan, menjaga saling pengertian, tanggap dan empati terhadap perasaan anggota.
7)      Mengetahui kekuatan dan keterbatasannya bekerja dengan siswa.[24]
Di lain kesempatan, Rogers menyampaikan ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1)      Merespon perasaan siswa.
2)      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.
3)      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
4)      Menghargai siswa.
5)      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
6)      Menyesuaikan isi kerangka berfikir siswa.
7)      Tersenyum pada siswa.[25]

b.      Siswa
Aliran humanistik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Siswa merupakan pelaku utama (subyek) dalam proses belajar. Memberi bimbingan yang tidak mengekang kepada siswa dalam kegiatan belajarnya akan memudahkan dalam penanaman nilai-nilai yang akan memberinya informasi tentang hal yang positif dan hal yang negatif.
Menurut Rogers ada prinsip pendidikan dan pembelajaran yang harus diperhatiakn guru yaitu:
1)      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
2)      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi siswa.
3)      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
c.       Contoh aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran
Aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran dintaranya adalah belajar kooperatif. Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan siswa untuk berprestasi secara maksimal.
Dalam praktek pelaksanaannya ada tiga karakteristik yaitu :
1)      Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
2)      Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
3)      Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompokTeknik belajar kooperatif antara lain adalah jigsaw. Murid dimasukkan ke dalam tim-tim keil yang bersifat heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengerjakan bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain kepada teman-temannya satu kelompok. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran. Skor yang diperoleh siswa dapat ditentukan dengan dua cara, yakni skor untuk masing-masing siswa dan skor untuk tim.[26]
Teknik lain adalah pembelajaran kolaboratif. Prosedur pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut:
a)      Guru menjelaskan topik yang akan dipelajari.
b)      Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.
c)      Guru membagi lembar kasus terkait dengan topik yang dipelajari.
d)     Siswa diminta membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus.
e)      Siswa diminta mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil masing-masing dan mendiskusikan kesepakatan kelompok.
f)       Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dalam kelas dan meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan.macam kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, matematis logis, visual spasial, musical, kinestetis, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.[27]
pendidikan humanistik mampu memperkenalkan apresiasi yang tinggi kepada manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan bebas serta dalam batas-batas eksistensinya yang hakiki dan sebagai khalifatullah. MI Ma‟arif menghargai berbagai perbedaan yang dimiliki oleh siswa dengan terus membantu menggali, melayani, dan membantu siswa untuk berkembang.[28]





[1]Mastuhu, Teori Pendidikan Humanistik, (Jakarta: Bintang Asia, 2003), h, 136
[2] Sagala dan Syaaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, ( Bandung : Alfa Beta, 2004), h, 45
[3] Ibid, h, 12
[4] Mangunwijaya,  Dasar-dasar Proses Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2002), h, 260
[5]Ibid, h, 39
[6]Rahman, Peranan Metode Humanistik dalam Pendidikan Agama Islam, (Bandung : Bintang Asia, 2002), h, 35
[7] Baharudin dan Moh. Makin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Tiga Serangkai: Pustaka Madiri, 2008), h, 149
[8]Lilik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h, 83
[9] Suwarno, konsep Dasar Pendidikan Humanistik, (Jakarta : PT Bentang Pustaka, 2006), h, 123
[10]Ibid, h, 123-124
[11]Ibid, h, 124

[12]Mulyati, Proses Pembelajaran, (Bandung: Bintang Asia 2005), h, 78-80.

[13]Ibid, h, 76-78
[14]Ibid, h, 113
[15] Amka Abdul Aziz, Guru Profesional Berkarakter, (Klaten : Cempaka Putih, 2012), 112
[16] Widya Handayani, Kiat-kiat Membersakan Anak Yang memiliki kecerdasan Emosional, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997) , h, 27
[17] Kasdhu, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: PT Rosda Karya, 2007), 7
[18] Sarah Hutahuruk, Dkk, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1978), h, 9
[19]Of Cit, 115
[20] De Porter dan Hernacki, Quantum Learning, (2004), h, 16
[21] Nur Isna Ainullah, Panduan menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: Laksana, 2011), h, 39
[22] Chatib, evaluasi Pembelajaran, (Jakarta : CV Pustaka, 2009), h, 159
[23] Of. Cit. h, 86
[24]Of, cit, 92
[25] E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hm 7
[26]Ibid, 21
[27] Dharma Kusuma, Dkk, Pendidikan karakter : Kajian Teori dan Praktek di Sekolah, (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2012), h, 113
[28] Baharudin dan Makin, Konsep Dasar Pedidikan Humanistik, (Jakarta: PT Bentang Pustaka, 2011), h, 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar