BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pendidikan Humanistik
1.
Pengertian Pendidikan Humanistik
Hakikat pendidikan adalah mengembangkan harkat dan martabat manusia
(human dignity) atau memperlakukan manusia sebagai humanizing human
sehingga menjadi manusia sesungguhnya.Pendidikan harus bisa menumbuhkan
kepercayaan dan rasaaman sehingga siswa terhindar dari rasa ketakutan.[1]
Saat ini, wajah pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu
untuk menempatkan siswa sebagai manusia yang bermartabat dalam proses
pendidikan yang manusiawi. Peserta didik masih acap kali terbebani dengan
beratnya target pendidikan yang ingin dicapai oleh sekolah. Akibat yang muncul,
siswa merasa takut dan berbagai potensi yang dimiliki tidak berkembang.
Pada tahun 1970-an muncul teori pendidikan humanistik. Teori ini
bertolak dari tiga filsafat, yaitu pragmatisme, progresivisme dan
eksistensialisme.[2]Pendidikan
humanistik terlahir dari pemikiran filosofis dari eksistensilalisme dan
pragmatisme yang didukung oleh pengembangan dan pembaruan pemikiran
progresivisme.
Kata humanistik pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan
sebuah pendekatan dalam pendidikan.[3]
Jadi dapatdiketahui bahwa pendidikan humanistik adalah sebuah teori pendidikan
yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan.Tidak berbeda dengan teori
pendidikan lainnya, pendidikan humanistik berupaya untuk mengembangkan potensi
manusia.
konsep
utama dari pemikiran pendidikan humanistik adalah menghormati harkat dan
martabat manusia. Knight menyatakan hal mendasar dalam pendidikan humanistik
adalah keinginan untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang menjadikan siswa
terbebas dari kompetisi yang hebat, kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan
gagal.[4]
Olafson dalam the Encyclopedia of Education mendefinisikan
pendidikan humanistik sebagai berikut:
Pendidikan humanistik (humanistic education) adalah
pendidikan yang bersumber dari ajaran asumsi humanisme.[5]
Model pendidikan ini lebih merupakan pendidikan kemanusiaan daripada pendidikan
tentang pengetahuan-pengetahuan yang khusus untuk profesi tertentu. Pendidikan
humanistik adalah pendidikan umum sehingga bukan pendidikan spesialis.
Penafsiran terhadap kekuatan manusia yang unik pada dasarnya dapat menghasilkan
bentuk yang sama dengan pendidikan non-spesialis yang disebut dengan
humanistik.
Pendidikan humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas
merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas
hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Oleh karena itu, pendidikan
humanistik tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak. Para pendidik membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing
individumengenali dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan mewujudkan
potensi yang ada pada diri mereka. Tujuan yang tidak sesuai dengan potensi anak
tidak menjadi sasaran pendidikan humanistik.
Dalam Islam, pemikiran tentang pendidikan humanistik bersumber dari
tugas utama diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu‟alaihi wassalam yaitu memberikan
rahmat dan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Hal yang demikian dapat
kita lihat dalam firman Allah SWT yang
antara lain terdapat dalam surah Lukman
ayat 13 sebagai berikut:
وَإِذْ َالَ لُقْمَانُ لاِبْنِه وَهُوَ
يَعِظُه يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظِيْمٌ
Definisikan pendidikan humanistik dalam Islam sebagai proses
pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk
sosial dan makhluk religius,abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu
yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potensinya.[6]
pendidikan
humanistik hendak membentuk manusia yang memilikikomitmen humaniter sejati,
yaitu insan manusia yang memeliki kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab
sebagai insan individual namun juga berada di tengah masyarakat. Dengan
demikian, ia mempunyai tanggung jawab moral untuk mengabdikan dirinya kepada
masyarakat untuk kemaslahatan masyarakatnya.[7]
Pengembangan potensi tersebut akan terwujud manakala
penyelenggaraan pendidikan mendasarkan pada pripsip yang humanis yakni melindungi
nilai hidup, harkat dan martabat manusia. Pendidikan humanistik Islami ini akan
merealisasikan tujuan humanisme Islam yaitu keselamatan dan kesempurnaan
manusia karena kemuliannya.
Sebagai sebuah model pendidikan yang mampu memberikan penghargaan
yang begitu bessar kepada peserta didik, pendidikan humanistik sangat cocok
untuk diterapkan di berbagai tingkatan pendidikan. Tidak hanya di tingkat dasar
seperti SD atau MI, tetapi juga sangat cocok diterapkan di SMP, SMA bahkan
perguruan tinggi.Tokoh-tokoh Humanistik
Beberapa tokoh teori humanistik adalah:
a.
Abraham
Maslow
Abraham Maslow adalah pakar psikologi asal Rusia. Ia mempunyai
pandangan yang positif kepada manusia bahwa manusia mempunyai potensi untuk
maju dan berkembang. Dalam teori needs yang ia kemukakan, Maslow
mengatakan bahwa manusia dimotivasi, Self, Actualization, Self esteem, love
and belongingness, Safeety need, Physiological need, oleh sejumlah
kebutuhan. Kebutuhan itu dibedakan menjadi dua yaitu basic needs dan meta
needs.
Basic needs atau kebutuhan
dasar meliputi lapar, kasih sayang, rasa aman, harga diri. Sementara kebutuhan
meta meliputi keadilan, kesatuan, kebaikan, keteratur, keindahan. [8]Selanjutnya
Maslow menyusun kebutuhan itu secara hirarkis dari kebutuhan terendah sampai
kebutuhan yang tertinggi. Lima kebutuhan itu digambarkan dalam piramida
kebutuhan sebagai berikut.
Berikut penjelasan dari piramida hierarki need:
a.
Physiological needs
Physiological
needs adalah kebutuhan dasar manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi
karena berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan ini berupa makan,
minum, oksigen, istirahat, dan keseimbanagn temperatur.Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar manusia bisa meraih kebutuhan yang
lebih tinggi.[9]
b.
Safeety needs
Safety need yaitu
kebutuhan akan rasa aman. Merupakan kebutuhan psikologis yang fundamental dan
perlu dipenuhi karena bisa mempengaruhi kepribadian yang serius. Kebutuhan rasa
aman dibedakan menjadi dua macam yaitu aman secara fisik dan aman secara
psikologis.[10]
c.
Love and Belongingness
Love and Belongingness
adalah kebutuhan akan kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini timbul di
lingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan sebaya dan akhirnya menuju pada
kelompok sosial yang lebih luas.
d.
Self Esteem
Self Esteem adalah
kebutuhan akan rasa harga diri. Ada dua macam self esteem yakni rasa
harga diri oleh diri sendiri serta penghargaan yang diberikan orang lain
terhadap diri seseorang. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan sikap
percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, rasa berguna. Begitu pula sebaliknya, jika
tidak terpenuhi bisa menimbulkan sikap rendah diri, rasa tidak pantas, rasa tak
mampu dan sikap negatif lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan sangat membantu
seseorang dalam memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
e.
Self Actualization
Self Actualization
merupakan kebutuhan tertinggi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk
mengekspresikan, mengembangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga
merupakan dorongan untuk menjadi diri sendiri dan eksistensi diri. [11]
Hierarki kebutuhan mansuia tersebut mempunyai implikasi bagi siswa.
Guru harus memperhatikan kebutuhan siswa ketika beraktivitas di dalam kelas.
Guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswa. Menurut Maslow, minat atau
motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokok siswa tidak
terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa persiapan akan membawa berbagai
macam persolan tersebut ke dalam kelas sehingga menggaggu kondisi ideal yang
diharapkan.
b.
Carl
Rogers
Carl Rogers tidak menaruh perhatian kepada mekanisme proses
belajar. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada
keterlibatan intelektual maupun emosional siswa. Rogers membedakan dua ciri
belajar:
1)
Belajar
bermakna
Belajar
akan bermakna jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan
perasaan siswa. Ausebel mengemukakan teori belajar bermakna yang intinya adalah
suatuproses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang .Faktor utama yang mempengaruhi belajar
bermakna adalah struktur kognitif, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan.[12]
Belajar yang tidak bermakna
Belajar yang tidak bermakna adalah belajar yang hanya melibatkan
aspek pikiran siswa saja tanpa keterlibatan perasaannya.
Rogers memusatkan kajian-kajiannya pada potensi-potensi individu
sehingga teorinya dinamakan “Client-Centered”. Inti dari teorinya tersebut
adalah:
a)
Pandangan
positif terhadap klien dan menerima klien apa adanya bagaimanapun keadaannya.
b)
Tidak
mengevaluasi klien, tidak menilai baik atau buruk, salah atau benar, tidak
menentang maupun menyetujui.
c)
Terapis
mendengarkan keluhan klien dengan penuh simpati, menunjukkan pemahaman dan
penerimaan.
d)
Terapis
berperan untuk memantulkan kembali perasaan klien, memperjelas dan
mengklarifikasi perasaan atau pikiran klien.
Rogers
menyarakankan adanya suatu pendekatan yang menjadi belajar mengajar lebih
manusiawi. Menurut Sri Rumini gagasan tersebut adalah:[13]
1)
Hasrat
untuk belajar
Manusia mempunyai hasrat untuk belajar.hal ini terlihat ketika
seorang anak begitu merasa ingin tahu ketika sedang mengeksplorasi
lingkungannya. Dalam kelas yang humanistik, anak mempunyai kebebasan dan
kesempatan untuk memuaskan dorongan ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu
yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya.
2)
Belajar
yang berarti
Prinsip belajar ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar
dengan kebutuhan yang diinginkan siswa. Anak akan belajar jika ada hal yang
berarti baginya.
3)
Belajar
tanpa ancaman
Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar ketika siswa dapat
menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman yang baru, atau
membuat kesalahan tanpa adanya kecaman yang bisa menyinggung perasaannya.
Adanya rasa nyaman ini membuat hasil belajar tersimpan dengan baik.
4)
Belajar
atas inisiatif sendiri
Belajar akan bermakna jika dilakukan atas inisiatif sendiri. Siswa
mampu memilih arah belajarnya sendiri tanpa ada tekakan dari orang lain. Hal
ini menjadikan siswa memiliki kesempatan untuk menimbang, membuat keputusan,
memilih, dan instropeksi diri.hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri siswa.
5)
Belajar
dan perubahan
Belajar paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar.
Setiap anak telah mempelajari fakta dan gagasan di masa lalu. Namun adanya
perubahan, membuat seorang anak harus belajar di lingkungan yang sedang dan
terus berubah.
Selain itu, Rogers berpandangan bahwa pengalaman belajar harus
digunakan secara ekstensif dalam pendidikan yang luas. Aktivitas belajar
hendaknya tidak sekedar menekankan aspek kognitif yang bersifat faktual, namun
yang lebih penting adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar akan membuat
siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang sedang dilakukan.
a.
Arthur
W. Combs
Arthur W. Combs berpendapat bahwa perilaku batiniah, seperti
perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud, menyebabkan perbedaan diantara
orang. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti
ia merasa dan berpikir tentang dirinya. Pendidik bisa memahami perilaku siswa
jika mengetahui bagaimana siswa mempersepsikan perbuatannya pada suatu kondisi.[14]
Dalam proses pembelajaarn, informasi
baru yang didapatkan siswa akan dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Anggapan
yang keliru ketika pendidik beranggapan siswa akan mudah belajar jika bahan
ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Yang menjadi persolanbukanlah
bagaimana bahan ajar itu disampaiakn tetapi bagaimana membantu siswa untuk
memetik arti dan makna yang terkandung dalam bahan ajar itu dan mengaitkannya
dengan kehidupannya.
3. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Humanistik
tujuan pendidikan menurut humanistik sebagai berikut:
a.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan kesadaran
identitas diri yang melibatkan perkembanagn konsep diri dan sistem nilai.
b.
Mengutamakan
komitmen terhadap prinsip pendidikan yang memperhatikan faktor perasaan, emosi,
motivasi, dan minat siswa.
c.
Memberikan isi
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa sendiri.
d.
Memelihara
perasaan pribadi yang efektif. siswa dapat mengembalikan arah belajarnya
sendiri, mengambil dan memenuhi tanggung jawab secara efektif serta memilih
tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.
e.
Berusaha untuk
mengadaptasikan siswa terhadap perubahan-perubahan. Pendidikan melibatkan siswa
dalam perubahan, membantunya belajar bagaimana belajar, bagaimana memecahkan
masalah, dan bagaimana melakukan perubahan di dalam kehidupannya.[15]
Tujuan
pembelajaran lebih menititikberatkan pada proses belajar dari pada hasil
belajar.
Adapun prinsip
teori belajar humanistik adalah:
a.
Manusia
mempunyai belajar alami.
b.
Belajar
signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan mempunyai relevansi
dengan maksud tertentu.
c.
Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d.
Tugas belajar
yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
e.
Bila ancaman
itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
f.
Belajar yang
bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
g.
Belajar lancar
jika siswa dilibatkan dalam proses pembelajarannya.
h.
Belajar yang
melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i.
Kepercayaan
pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j.
Belajar sosial
adalah belajar mengenai proses belajar.[16]
4. Aspek –Aspek Kemanusiaan Pembelajaran Humanistik
Manusia adalah makhluk multidimensional yang memiliki berbagai
macam potensi. Howard Gardner menelaahmanusia dari sudut kehidupan mentalnya,
khususnya aktivitas intelegensianya. Menurutnya manusia memiliki 9 macam
kecerdasan yaitu:
a. Kecerdasan linguistik
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan pada bunyi, struktur,
makna, fungsi kata dan bahasa. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan
membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat.
b. Kecerdasan Matematis –Logis
Komponen inti kecerdasan jenis adalah kepekaan kepada memahami
pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang
panjang. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, dan
berpikir logis, memecahkan masalah.
c. Kecerdasan Visual-Spasial
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan merasakan dan
membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kecerdasan ini berkaitan
dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung dan mendesain.
d. Kecerdasan Musikal
Komponen inti kecerdasan ini adalah kepekaan dan kemampuan
menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titi nada dan warna nada serta
apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kecerdasanini berkaitan dengan
kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat
musik.
e. Kecerdasan Kinestetis
Kompenen inti kecerdasan jenis ini adalah kemampuan mengontrol
gerak tubuh dan kemahiran mengola objek, respons dan refleks. Kecerdasan ini
berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan.
f. Kecerdasan Interpersonal
Kompenen inti kecerdasan ini adalah kepekaan mencerna dan merespons
secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan keinginan orang lain.
Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin,
kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerjasama, dan mempunyai empati yang
tinggi.
g. Kecerdasan Intrapersonal
Komponen inti kecerdasan ini adalah memahami perasaan sendiri dan
kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan
diri.kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan mengenali diri secara mendalam,
kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitive terhadap nilai diri
dan tujuan hidup.[17]
h. Kecerdasan Naturalis
Komponen inti kecerdasan ini adalah keahlian membedakan anggota-anggota
spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara
beberapa spesies baik secara formalmaupun non-formal. Kecerdasan ini berkaitan
dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan identifikasi.
i. Kecerdasan Eksistensialis
Bentuk kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan nasehat dan
pertimbanagn tentang hidup.Anak dengan kecerdasan ini, berpotensi menjadi
ustad, psikolog atau orang yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan
orang.
Seorang anak juga memiliki kecerdasan inteletual (IQ), kecerdasan
emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Ketiga kecerdasan tersebut
diharapakan bisa berkembang secara serasi sehingga seorang anak akan menjadi
individu mandiri yang berjiwa tangguh ketika dewasa nanti.
Tokoh lain, yakni Ki Hajar Dewantara berpendapat manusia memiliki
daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia melalui pendidikan
harus mampu mengakomodasi pengembangan daya dan berbagai kecerdasan manusia
tersebut secara utuh. Pengembangan yang hanya menitikberatkan pada satu daya
akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beberapa nilai dan sikap dasar manusia yang ingin diwujudkan
melalui teori humanistik yaitu:
1.
Manusia yang
menghargai dirinya sendiri sebagai manusia.
2.
Manusia yang
menghargai manusia lain seperti dia menghargai dirinya sendiri.
3.
Manusia memahami dan melaksanakan kewajiban
dan hak-haknya sebagai manusia.
4.
Manusia
memanfaatkan seluruh potensi dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
5.
Manusia menyadari
adanya kekuatan akhir yang mengatur seluruh hidup manusia.[18]
a.
Implementasi
Pendidikan Humanistik
Model Pembelajaran Humanisitik
Pada model pembelajaran humanistik siswa dipandang sebagai manusia
yang kompleks dan unik. Model pembelajaran ini mengusahakan partisipasi aktif
siswa.
Berikut beberapa model pembelajaran humanistik:
1)
Student Centered Learning
Konsep pembelajaran ini diajukan oleh Carl Rogers yang intinya:
a)
Kita tidak bisa
mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi.
b)
Seseorang akan belajar
secara signifikan hanya pada hal-hal yang memperkuat dirinya.
c)
Manusia tidak
bisa belajar jika berada dibawah tekanan.
d)
Pendidikan akan
membelajarkan siswa secara signifikan jika tidak ada tekanan kepada siswa, dan
perbedaan yang muncul difasilitasi.[19]
2)
Humanizing of The Classroom
Pencetus Humanizing of The
Classroomadalah John P. Miller. Model pembelajaran ini dilatarbelakangi
oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi sehingga menyebabkan siswa
putus asa dan mengakhiri hidupnya. Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal
yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan
terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan
kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak hanya pada substansi
materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang
sangat manusiawi.
3)
Active Learning
Active Learning dicetuskan oleh M. L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari
model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi
otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan
keterlibatan mental dan tindakan secara sekaligus.
Dalam Active learning, cara
belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengar dan
melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan
mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat,
diskusi, diskusi dan melakukan akanmemperoleh pengetahuan dan keterampilan, dan
cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan.
4)
Quantum Learning
Quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan
neurolingusitik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum
Learning mengasumsikan jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan
emosinya secara tepat akan membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga
sebelumnya.[20]
Konsep dasar dari Quantum
Learning adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung secara
gembira sehingga akan lebih mudah informasi baru masuk dan terekam dengan baik.
5)
Quantum Teaching
Quantum Teaching berusaha mengubah mengubah suasana belajar yang monoton dan
membosankan menjadi belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi
fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan yang integral.
Model pembelajaran quantum teaching bersandar pada asas utama bawalah dunia
mereka (siswa) ke dunia kita (guru), dan antarkanlah dunia kita (guru) ke dunia
mereka (siswa).
Pembelajaran ini merupakan
pembelajaran yang melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan,
dan bahasa tubuh) di samping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnyaserta
persepsi masa mendatang. Semua ini harus dikelola sebaik-baiknya, diselaraskan
hingga mencapai harmoni.
6)
The Accelerated Learning
Penggagas model pembelajaran ini
adalah Dave Meir. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran
itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam mengelola
kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual dan Intellectual
(SAVI). Somatic berarti learning by moving and doing (belajar
dengan bergerak dan berbuat). Auditory berarti learning by talkingand
hearing(belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual berarti learning
by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual
maksudnya learning by problem solving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Adapun proses belajar yang umum
dilalui adalah:
a)
Merumuskan
tujuan belajar yang jelas.
b)
Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan
positif.
c)
Mendorong siswa
untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d)
Mendorong siswa
untuk peka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e)
Siswa didorong
untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa
yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. Guru
mencoba memahami jalan pikir siswa, mendorong siswa bertanggung jawab atas
perbuatannya.
f)
Memberikan
kesempatan siswa untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
g)
Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.[21]
Penilaian
belajar yang dilakukan adalah penilaian berbasis proses. Guru punya kesempatan
untuk menilai aktivitas siswa setiap kali bertatap muka dengan siswanya. Selain
itu juga bisa memakai penilaian proyek, penilaian produk, penilaian portofolio
dan penilaian diri (self assessment[22]).
a.
Guru
Implikasi dari hierarki kebutuhan Maslow, mengharuskan guru untuk
mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar anak sehingga kebutuhan yang lebih
tinggi juga terpenuhi. Guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan rasa aman, kasih
sayang, self esteem maupun aktualisasi diri.[23]
Selain itu guru berperan sebagai fasilator bagi siswa. Menurut
Rogers tugas guru adalah:
1)
Guru perlu
membina kepercayaan siswa sedini mungkin agar bisa menjalankan tugasnya secara
maksimal di kelas.
2)
Guru perlu
mendorong siswa mengungkapkan keinginan-keinginan pribadi dan kelompok, dan
tugas memperjelas keinginan-keinginan tersebut untuk menghindari pertentangan.
3)
Guru perlu
mengupayakan kemandirian anak, dan memotivasi siswa untuk menemukan cara
belajar yang sesuai.
4)
Guru berperan
sebagai narasumber, memperluas pengalaman belajar siswa dan mendorong keaktifan
seluruh kelompok.
5)
Guru perlu
mengenal dan menerima pesan-pesan emosional dan intelektual yang dinyatakan
oleh siswa dan kelompoknya.
6)
Guru berperan sebagai
partisipan aktif dalam kelompok dan mendorong keterbukaan untuk menyatakan
perasaan, menjaga saling pengertian, tanggap dan empati terhadap perasaan
anggota.
7)
Mengetahui
kekuatan dan keterbatasannya bekerja dengan siswa.[24]
Di lain
kesempatan, Rogers menyampaikan ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1)
Merespon
perasaan siswa.
2)
Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.
3)
Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa.
4)
Menghargai
siswa.
5)
Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan.
6)
Menyesuaikan
isi kerangka berfikir siswa.
7)
Tersenyum pada
siswa.[25]
b.
Siswa
Aliran humanistik membantu siswa untuk mengembangkan dirinya sesuai
dengan potensi yang dimiliki. Siswa merupakan pelaku utama (subyek)
dalam proses belajar. Memberi bimbingan yang tidak mengekang kepada siswa dalam
kegiatan belajarnya akan memudahkan dalam penanaman nilai-nilai yang akan
memberinya informasi tentang hal yang positif dan hal yang negatif.
Menurut Rogers ada prinsip pendidikan dan pembelajaran yang harus
diperhatiakn guru yaitu:
1)
Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
2)
Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi siswa.
3)
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa
c.
Contoh
aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran
Aplikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran dintaranya
adalah belajar kooperatif. Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk
meningkatkan dorongan siswa untuk berprestasi secara maksimal.
Dalam praktek pelaksanaannya ada tiga karakteristik yaitu :
1)
Murid bekerja
dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), dan komposisi ini tetap
selama beberapa minggu.
2)
Murid didorong
untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik dan
melakukannya secara berkelompok.
3)
Murid diberi
imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompokTeknik belajar kooperatif
antara lain adalah jigsaw. Murid dimasukkan ke dalam tim-tim keil yang bersifat
heterogen, kemudian tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian
masing-masing bersama-sama dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa.
Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengerjakan
bagian yang telah dipelajarinya bersama dengan anggota tim lain kepada
teman-temannya satu kelompok. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh
bahan pelajaran. Skor yang diperoleh siswa dapat ditentukan dengan dua cara,
yakni skor untuk masing-masing siswa dan skor untuk tim.[26]
Teknik lain
adalah pembelajaran kolaboratif. Prosedur pembelajaran kolaboratif adalah
sebagai berikut:
a)
Guru
menjelaskan topik yang akan dipelajari.
b)
Guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.
c)
Guru membagi
lembar kasus terkait dengan topik yang dipelajari.
d)
Siswa diminta
membaca kasus dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi
terhadap kasus.
e)
Siswa diminta
mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil masing-masing dan
mendiskusikan kesepakatan kelompok.
f)
Masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dalam kelas dan meminta
kelompok lain untuk memberikan tanggapan.macam kecerdasan yaitu kecerdasan
linguistik, matematis logis, visual spasial, musical, kinestetis,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.[27]
pendidikan humanistik mampu memperkenalkan apresiasi yang tinggi
kepada manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan bebas serta dalam
batas-batas eksistensinya yang hakiki dan sebagai khalifatullah. MI Ma‟arif
menghargai berbagai perbedaan yang dimiliki oleh siswa dengan terus membantu menggali,
melayani, dan membantu siswa untuk berkembang.[28]
[1]Mastuhu, Teori
Pendidikan Humanistik, (Jakarta: Bintang Asia, 2003), h, 136
[2] Sagala dan
Syaaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran, ( Bandung : Alfa Beta, 2004),
h, 45
[4]
Mangunwijaya, Dasar-dasar Proses
Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 2002), h, 260
[6]Rahman, Peranan
Metode Humanistik dalam Pendidikan Agama Islam, (Bandung : Bintang Asia,
2002), h, 35
[7] Baharudin dan
Moh. Makin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Tiga
Serangkai: Pustaka Madiri, 2008), h, 149
[8]Lilik, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h, 83
[9] Suwarno, konsep
Dasar Pendidikan Humanistik, (Jakarta : PT Bentang Pustaka, 2006), h, 123
[12]Mulyati, Proses Pembelajaran, (Bandung: Bintang Asia 2005), h,
78-80.
[15] Amka Abdul
Aziz, Guru Profesional Berkarakter, (Klaten : Cempaka Putih, 2012), 112
[16] Widya
Handayani, Kiat-kiat Membersakan Anak Yang memiliki kecerdasan Emosional,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997) , h, 27
[17] Kasdhu, Filsafat
Pendidikan, (Jakarta: PT Rosda Karya, 2007), 7
[18] Sarah
Hutahuruk, Dkk, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama,
1978), h, 9
[20] De Porter dan
Hernacki, Quantum Learning, (2004), h, 16
[21] Nur Isna
Ainullah, Panduan menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2011), h, 39
[22] Chatib, evaluasi
Pembelajaran, (Jakarta : CV Pustaka, 2009), h, 159
[23] Of. Cit. h, 86
[25] E. Mulyasa, Manajemen
Pendidikan karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hm 7
[27] Dharma Kusuma,
Dkk, Pendidikan karakter : Kajian Teori dan Praktek di Sekolah,
(Bandung: Remaja RosdaKarya, 2012), h, 113
[28] Baharudin dan
Makin, Konsep Dasar Pedidikan Humanistik, (Jakarta: PT Bentang Pustaka, 2011),
h, 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar