BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan
dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana
saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena
itu, kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu
dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi
pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013
dari Kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu,
pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untuk diterapkan pada
sekolah/madrasah. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Ada
banyak komponen yang melekat pada Kurikulum Tahun 2013 ini. Hal yang paling
menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih memahami
dan menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran Kurikulum sebelumnya. Hal
ini perlu ada perubahan mindset dari
metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru
sesuai dengan yang diterapkan pada Kurikulum Tahun 2013.
Berikut
ini akan dipaparkan langkah pembelajaran pada scientific approach menggamit beberapa ranah pencapaian hasil
belajar yang tertuang pada kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran menyentuh
tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.[1]
Sesuai
dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan
pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan
(proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh
melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, manyaji, dan
mencipta”. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut
serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan
ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajarn berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inguiry learning).
Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual,
baik individual maupun kelompok, maka sangat disarankan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Secara umum,
pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan
pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah dikenal luas. Berdasarkan teori
taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan
pendidikan diberbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem
Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.[2]
Proses
pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut
secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa
dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara
utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.
Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran maelibatkan keterampilan proses, seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi,
bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga
teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori
belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal poko berkaitan
dengan teori belajar Bruner. Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya
apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua,
dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan
memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan
intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara
agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah
ia memilik kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi
ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang
diperluksn dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar
berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema
adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan
sekitarnya.[3]Skema
tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi
skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata
disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses
kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip
ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri
rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa
pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.[4]
B.
Karakteristik
Pembelajaran dengan Metode Saintifik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki
karakteristik sebagai berikut.
1.
Berpusat pada siswa.
2.
Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi
konsep, hukum atau prinsip.
3.
Melibatkan proses-proses kognitif yang
potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
4.
Dapat mengembangkan karakter siswa.
C.
Tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara
sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis
artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.
D. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan
saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Pembelajaran berpusat pada siswa
2. Pembelajaran membentuk student self
concept.
3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
6. Pembelajaran meningkatkan motivaasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi.
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
E. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan
Pendekatan Saintifik
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Meliputi : menggali informasi
melalui observimg/pengamatan, questioning/bertanya, experimenting/percobaan, kemudian
mengolah data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian
menyimpulkan, dan menciptakan serta membentuk jaringan/networking. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu,
sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi, seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari
nilai-nilai atau sifat-sfat non-ilmiah.[5]
Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai
aplikasi pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum sekarang
ini. Scientific approach (pendekatan
ilmiah)adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi
pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan
pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses
pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan
pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah/scientific approach mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai
berikut.
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas hanya kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas
dari prasangka yang serta-mert, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi
pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya.
Sedangkan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu attitude/sikap, knowledge/pengetahuan, dan skill/keterampilan
(disingkat KSA = knowledge, skill, dan
attitude).
1. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu mengapa”.
2. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu bagaimana”.
3. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa”.
4. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan anatar kemampuan untuk
menjadi manusia yang lebih baik (soft
skill) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup
secara layak (hard skill) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
5. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi.[6]
F. Fungsi dan Peranan Kurikulum 2013
Menurut Subandijah kurikulum adalah aktivitas
dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik dibawah
bimbingan sekolah, baik dalam maupun diluar sekolah.
Menurut Posner dalam kurikulum adalah seluruh
pengalaman yang direncanakan yang akan dialami oleh siswa dalam seluruh proses
pendidikan disekolah; sehingga tujuan pendidikan tercapai. Pengalaman itu
mengandung beberapa hal antara lain:[7]
1. Pengalaman itu menyangkut pengalaman kurikuler dikelas, dan pengalaman
kokurikuler, dan pengalaman luar sekolah (ekstrakulikuler).
2. Pengalaman itu berkaitan dengan konteks, filsafat, isi, pengaturan isi,
metode, dan evaluasi.
3. Pengalaman itu hanya akan jalan bila beberapa hal berikut
disertakan/dilibatkan
a) Guru
b) Fasilitas
c) Infrastruktur
d) Buku
e) Situasi dan suasana sekolah
Menurut Mida Latifatul M pengertiuan kurikulum seperti yang dijabarkan
diatas dianggap terlalu sederhana, karena pada dasarnya istilah kurikulum tidak
hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakupsemua
pengalaman belajar (learning experiences)
yang dialami secara langsung oleh siswa dan mempengaruhi perkembangan
pribadinya.[8]
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a. Mengamati (observasi)
Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka
kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang
sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.
c. Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan
dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui
berbagai cara
d. Menalar
Memproses informasi yang sudah dikimpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dari kegiatan
mengumpulkan.[9]
Kurikulum adalah ujung tombak bagi
terlaksananya kegiatan pendidikan.
Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat berjalan
dengan baik, efektif, dan efisien sesuai yang diharapkan. Kurikulum
sangat perlu untuk diperhatikan di masing-masing satuan pendidikan.
Sebab, kurikulum salah satu keberhasilan pendidikan. Dalam konteks
ini, kurikulum dimaknai sebagai serangkaian upaya untuk menggapai
tujuan pendidikan .[10]
Dalam proses pendidikan kurikulum
memainkan peran yang sangat penting
dalam mewujudkan generasi yang handal, kreatif, inovatif, dan menjadi
pribadi yang bertanggung jawab. Ibarat tubuh, kurikulum merupakan
jantungnya pendidikan. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas
pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang
mencapai kehidupan dan penghidupan yang lebih baik.[11] Perubahan
kurikulum dari masa ke masa menyangkut perubahan struktural dan perubahan
konsepsional dan kini juga akan dikenalkan dengan kurikulum baru yang akan
diluncurkan oleh pemerintah yaitu kurikulum 2013. Hal yang paling
menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap fenomena
dan perubahan sosial. Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan
karena desakan untuk segera mengimplementasikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Kurikulum 2013 menekankan pada
dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (Shoimin, 2014:166). Dalam
kurikulum 2013, siswa tidak lagi menjadi objek dari pendidikan,
tetapi justru menjadi subjek dengan ikut mengembangkan 14 tema dan materi yang ada. Dan dengan adanya
perubahan ini, tentunya berbagai
standar dalam komponen pendidikan akan mengalami perubahan. Mulai dari standar isi,
standar proses maupun standar kompetensi
lulusan, dan bahkan standar penilaianan pun juga mengalami perubahan
(Kurinasih dan Sani, 2014:47). Pada
kurikulum 2013 ini, guru tidak lagi dibebani dengan kewajiban
membuat silabus pengajaran untuk siswa setiap tahun seperti yang
terjadi pada KTSP. Sebagaimana kita ketahui bahwa hal semacam ini memang
menjadi beban tersendiri bagi guru dengan kemampuan beragam terutama
di awal tahun pembelajaran. Silabus dan bahan ajar dibuat oleh pemerintah,
sedangkan guru hanya mempersiapkan RPP dan media pembelajarannya.[12] Menurut
Fadlillah prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pengembangan Kurikulum 2013
ini sama seperti prinsip penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sebagaimana telah disebutkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 81A tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum 2013,
berikut.:
1. Peningkatan
iman, takwa, dan akhlak mulia
Iman,
takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik
secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan
iman, takwa, dan akhlaq mulia.
2. Kebutuhan
kompetensi masa depan
Kemampuan
peserta didik yang diperlukan, yaitu antara lain kemampuan berkomunikasi,
berpikir kritis, dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan moral Pancasila
agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, toleran dalam keberagaman,
mampu hidup dalam masyarakat global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan
kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli
terhadap lingkungan. Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini sehingga
perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3. Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan
dan kemampuan peserta didik Pendidikan merupakan proses sistematik untuk
meningkatan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif,
kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memerhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, sosial, spiritual, dan kinestetik peserta didik.
4. Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah
memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan.
Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum perlu
memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan
pengembangan daerah.
5. Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional
Dalam
era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media pengikat dan
pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan
tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, kurikulum perlu memerhatikan keseimbangan
antara kepentingan daerah dan nasional.
6. Tuntutan
dunia kerja
Kegiatan
pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang
berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum
perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia
kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan
peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
7. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan
perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan
di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan
harus terus-menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga
tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum
harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8. Agama
Kurikulum
dikembangkan untuk mendukung peningkatkan iman, takwa, serta akhlak mulia dan
tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat bergama. Oleh karena itu, muatan
kurikulum semua mata pelajaran ikut mendukung peningkatan iman, takwa, dan
akhlaq mulia.
9. Dinamika
perkembangan global
Kurikulum
menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting
ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin
dekat memerlukam individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai
kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum
diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang
menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu,
kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan
nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
11. Kondisi
sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat
setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi
pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya
dari daerah dan bangsa lain.
12. Kesetaraan
gender
Kurikulum
diarahkan kepada pengembangan sikap dan perilaku yang berkeadilan dengan
memperhatikan kesetaraan gender.
13. Karakteristik
satuan pendidikan
Kurikulum
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan ciri khas satuan pendidikan. Hal yang
paling utama kenapa ada konsep pengembangan kurikulum adalah karena adanya
perkembangan dan pengaruh yang positif yang datangnya dari luar atau dari dalam
sendiri, dengan harapan peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan
baik. Maka dari itu, pengembangan kurikulum diharapkan bersifat antisipatif,
adaptif, dan aplikatif. Menurut Kurniasih dan Sani terdapat tiga hal penting dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Obyek
yang dikembangkan
Obyek
yang dikembangkan harus dari berbagai program pendidikan yang berisi kegiatan
pendidikan dan pengajaran, kemudian harus dirancang dan diprogramkan secara
sistematik yang sesuai dengan kriteria-kriteria Pancasila, UUD 1945, GBHN,
Peratuaran Pemerintah, Kepmen norma-norma yang berlaku, kebutuhan peserta didik
pengembangan IPTEKS dan sebagainya. Dan kemudian pihak sekolah dapat
mengembangkan komponen pokok yang berupa struktur program yang berisi
jenis-jenis mata pelajaran dan pengelompokkannya, alokasi waktu setiap program
dan susunan mata pelajaran, termasuk di dalamnya mata pelajaran wajib lulus dan
wajib tempuh.[13]
b. Subyek
yang mengembangkan
Pihak-pihak
yang ikut serta dalam mengembangkan kurikulum adalah orang-orang yang terkait
dengan masalah kurikulum tersebut seperti berbagai ahli yang sesuai yang ada
pada lembaga pendidikan. Misalnya beberapa narasumber yang ada di Dinas
Depdiknas, Dinas P dan K, Dikri, Dikdasmen Puskur, guru-guru yang ahli dalam bidangnya
dan sebagainya. Kemudian bisa juga dari narasumber yang berada pada berbagai
perusahaan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas yang terkait dan sebagainya, serta
berbagai profesi yang menunjang seperti pedagang, psikolog, filosof, sosiolog,
metolog, teknologi pendidikan, ahli bidang studi yang ada pada kurikulum yang
sedang disusun. Dan yang terpenting adalah guru-guru senior yang memenuhi syarat.
c. Pendekatan
pengembangan
Pada
dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum,
yaitu :
1) Pendekatan
Berdasarkan Materi
Inti
dari proses belajar mengajar ditentukan oleh pemilihan materi, karena
pembaharuan kurikulum hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang.
2) Pendekatan
Berdasarkan Tujuan
Sesuai
dengan hirarki tujuan pendidikan di Indonesia terdiri atas Tujuan Nasional,
Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional Tujuan Kurikuler. Tujuan
Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan
Instruksional Khusus. Masing-masing tujuan yang ada dibawahnya terkait secara langsung
dengan tujuan yang ada di atasnya. Tujuan pendidikan di Indonesia tentunya
tertera pada GBHN, dan dari tujuan tersebut maka dijabarkan menjadi
tujuantujuan yang lebih terinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional,
kemudian dicari topik-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi
GBPP. Dan pada akhirnya.tersusunlah kurikulum dengan silabus (GBPP) yang
terurai, dan langkah berikutnya dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3) Pendekatan
Berdasarkan Kemampuan
Tidak
jauh berbeda dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan, hanya saja
berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang
berdasarkan tujuan.
d. Pendekatan Saintifik
Penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi
bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah
dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.[14]
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik).n Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific
appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,
menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari
nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber melalui observasi (Sani, 2014:5).
Pendekatan
ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini :
1) Mengamati
(Observing)
Mengamati
/ observing adalah “kegiatan studi yang disengaja dan sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala yang psikis dengan jalan pengamatan dan
pencatatan”. Kegiatan mengamati dilakukan dengan tujuan untuk “mengerti
ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interrelasinya elemen-elemen /
unsur-unsur tingkahlaku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks dalam
pola-pola kultural tertentu”. Dalam kegiatan pembelajaran; siswa mengamati
objek yang akan dipelajari. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa
ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan
yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada
hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan
oleh guru.[15] Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor
81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik
untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih
mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari
suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan,
ketelitian, dan mencari informasi.
2) Menanya
(Questioning)
Melalui
kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih
dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan
terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam
dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari
sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing
atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab
pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk
menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.[16]
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan factual sampai
ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajaran ini, siswa melakukan
pembelajaran bertanya.
3) Mengumpulkan
Informasi
Kegiatan
“mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini
dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih diteliti, atau bahkan melakukan
eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan
melalui eksperimen, membaca sumbr lain selain buku teks, mengamati
objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber, dan sebagainya. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat.
4) Mengasosiasikan/Mengolah
Informasi/Menalar (Assosiating)
Istilah
“menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang
dianut dalam kurikulum 2013 untuk mengembangkan bahwa guru dan peserta didik
merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran
ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah
menalar disini merupakan padanan dari associating, bukan merupakan
terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau
penalaran. Karena itu, istilah aktivitas manalar dalam konteks pembelajaran
pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar
asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam
peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori
otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari prespektif
psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental
sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan
waktu.[17]
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan
pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013,
adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan.
5) Mengomunikasikan
Pembelajaran
Pada
pendekatan saintifik, guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Pada harapan peserta
didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Pada tahapan ini,
diharapkan peserta didik mengomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun
baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan
yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengomunikasikan ini dapat diberikan
klarifikasi oleh guru agar peserta didik akan mengetahui secara benar apakah
jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Hal
ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada standar proses. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar
peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengomunikasikan”
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor
81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi
yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap, jujur, teliti,
toleransi, kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat
dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Dalam
kegiatan mengomunikasikan peserta didik diharapkan sudah dapat mempresentasikan
hasil temuannya unruk ditampilkan di depan khalayak ramai sehingga rasa berani
memberikan komentar, saran, atau perbaikan mengenai apa saja dipresentasikan
oleh rekannya.[18] Pada
intinya, pendekatan saintifik merupakan pendekatan di dalam kegiatan
pembelajaran yang mengutamakan kreativitas dan temuantemuan siswa. Pengalaman
belajar yang mereka peroleh tidak bersifar indoktrinisasi, hafalan, dan
sejenisnya. Pengalaman belajar, baik itu yang berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap mereka peroleh berdasarkan kesadaran dan kepentingan mereka sendiri.[19]
G.
Kerangka
Berpikir
Upaya
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berkaitan dengan berbagai faktor yang
saling terkait dalam pembelajaran sejarah antara lain guru, siswa, dan media
pembelajaran. Guru mempunyai peran penting dalam menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan menarik sehingga dapat mudah diingat oleh
siswa. Proses pembelajaran sangat diperlukan adanya strategi yang mampu membangkitkan
rasa antusiasme siswa agar tidak merasa bosan dan jenuh. Tidak hanya sekedar
mereka mendengar informasi dari alat indra telinga,namun alat indera yang
lainnya pun bisa mereka terima. Dengan adanya kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran sejarah diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja,
tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Sehingga kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penggunaan
pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik yaitu berpusat pada
siswa, melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum
atau prinsip, melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, dan
juga dapat mengembangkan karakter siswa.
H.
Pendidikan
Agama Islam
Pendidikan
agam islam adalah usaha untuk memperkuat iman da ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, sesuai dengan ajaran Islam, bersikap inklusif, rasional dan filosofis
dalam rangka menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan dan kerjasama
antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan Nasional
Undang-undang No 2 Tahun 1989.[20]
Pendidikan
Agama islam (PAI) Merupakan usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengenali, mengimani, bertakwa dan
berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari Al-Qur’an dan
Al-Hadist melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan, serta penggunaan
pengalaman.[21]
Pendidikan
Agama islam yang pada hakekatnya merupakan sebuah proses itu, dalam
pengembangan juga dimaksud dalam rumpun mata pelajaran yang diberikan dan
diajarkan pada suatu lembaga atau sekolah.[22]
Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan Keyakinan, pemahaman,
penghayatan dan pengalaman ajaran Agama islam peserta sekaligus untuk membentuk
keshalehan social. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu diharapkan
mampu memacar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnnya
(Bermasyarakat), baik yang seagama maupun tidak seagama serta dalam berbangsa
dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan Nasional (Ukhuwah
Wataniyah) dan bahkan ukhuwah insaniah.[23]
[2] Dr. M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2014) hh 31-34
[3] Baldwin, Teori-teori
Pembelajaran, (jogjkakarta: Laksana Ilmu, 1967), 78
[6] Dr. M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual,
(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2014) hh 34-39
[7]
Muhammad Nuh, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: gramedia, 2014), h, 32
[8] Mida Latiful
M, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: PT Gramedia, 2013), h, 15
[10] Fadlillah, Kurikulum
2013, (Jakarta: PT Grafindo, 2014), h, 13
[11] Muzamiroh, Metode
Pendekatan Saintifk, Jakarta:
Grasindo, 2013), h, 110
[12] Ibid,
h, 134
[13] Kurniasih dan
sani, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT Gramedia, 2014), h, 25
[14] Daryanto, Metode
Pembelajaran, (jojakarta: Bina Ilmu,
2014), h, 51
[15] Kurinasih dan
Sani, Proses Pembelajaran, (Jakarta: PT Gramedi, 2013) h, 142
[16] Ibid,
146
[17]
Kurniasih dan Sani, Proses Pembelajaran, (Jakarta: Gloria
Ilmu, 2013) 147-148
[18] Hosnan, Kompetentsi Guru, (Jakarta: DPT Gramedia, 2014), h, 76
[19] Kosasih, Proses
Pembelajaran, (Jakarta: Bina Ilmu, 2014), h, 12
[20] Teguh Suyitno,
pendekatan Pembelajaran Pada
Kurikulum 2013 ,
[21] Depertemen
Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama
islam SMP dan Mts, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2003),
h, 7
[22] H. Mgs.
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Implementasi Konsep, Karakteristik dan
Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum), (Yogyakarta: Teras
2000), h, 12
[23]
Ibid, h, 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar