Kamis, 19 Oktober 2017

BAB II LANDASAN TEORI PEMBELAJARAN SAINTIFIK



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati  (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi  menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi  pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari Kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untuk diterapkan pada sekolah/madrasah. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Ada banyak komponen yang melekat pada Kurikulum Tahun 2013 ini. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih memahami dan menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran Kurikulum sebelumnya. Hal ini perlu ada perubahan mindset dari metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru sesuai dengan yang diterapkan pada Kurikulum Tahun 2013.
                   Berikut ini akan dipaparkan langkah pembelajaran pada scientific approach menggamit beberapa ranah pencapaian hasil belajar yang tertuang pada kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.[1]
                   Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas  “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh  melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, manyaji, dan mencipta”. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta  mempengaruhi karakteristik  standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajarn berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inguiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok, maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning). Secara umum, pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum  sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan diberbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.[2]
                   Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran maelibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal poko berkaitan dengan teori belajar Bruner. Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memilik kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif  yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.[3]Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif  yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.[4]  

B.     Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Saintifik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.      Berpusat pada siswa.
2.      Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3.      Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
4.      Dapat mengembangkan karakter siswa.

C.     Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
1.      Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2.      Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3.      Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4.      Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5.      Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6.      Untuk mengembangkan karakter siswa.



D.    Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.      Pembelajaran berpusat pada siswa
2.      Pembelajaran membentuk student self concept.
3.      Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4.      Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
5.      Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
6.      Pembelajaran meningkatkan motivaasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
7.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
8.      Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

E.     Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Meliputi : menggali informasi melalui observimg/pengamatan, questioning/bertanya, experimenting/percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian menyimpulkan, dan menciptakan serta membentuk jaringan/networking. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi, seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sfat non-ilmiah.[5]
Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum sekarang ini. Scientific approach (pendekatan ilmiah)adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah/scientific approach mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai berikut.
1.      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas hanya kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.      Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-mert, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5.      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.
6.      Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
7.      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Sedangkan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu attitude/sikap, knowledge/pengetahuan, dan skill/keterampilan (disingkat KSA = knowledge, skill, dan attitude).
1.      Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”.
2.      Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
3.      Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa”.
4.      Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan anatar kemampuan untuk menjadi manusia yang lebih baik (soft skill) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skill) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5.      Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.[6]

F.      Fungsi dan Peranan Kurikulum 2013
Menurut Subandijah kurikulum adalah aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik dibawah bimbingan sekolah, baik dalam maupun diluar sekolah.
Menurut Posner dalam kurikulum adalah seluruh pengalaman yang direncanakan yang akan dialami oleh siswa dalam seluruh proses pendidikan disekolah; sehingga tujuan pendidikan tercapai. Pengalaman itu mengandung beberapa hal antara lain:[7]
1.      Pengalaman itu menyangkut pengalaman kurikuler dikelas, dan pengalaman kokurikuler, dan pengalaman luar sekolah (ekstrakulikuler).
2.      Pengalaman itu berkaitan dengan konteks, filsafat, isi, pengaturan isi, metode, dan evaluasi.
3.      Pengalaman itu hanya akan jalan bila beberapa hal berikut disertakan/dilibatkan
a)      Guru
b)      Fasilitas
c)      Infrastruktur
d)     Buku
e)      Situasi dan suasana sekolah
Menurut Mida Latifatul M pengertiuan kurikulum seperti yang dijabarkan diatas dianggap terlalu sederhana, karena pada dasarnya istilah kurikulum tidak hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakupsemua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami secara langsung oleh siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya.[8]
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a.       Mengamati (observasi)
Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
b.      Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.
c.       Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara
d.      Menalar
Memproses informasi yang sudah dikimpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dari kegiatan mengumpulkan.[9]
Kurikulum adalah ujung tombak bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai yang diharapkan. Kurikulum sangat perlu untuk diperhatikan di masing-masing satuan pendidikan. Sebab, kurikulum salah satu keberhasilan pendidikan. Dalam konteks ini, kurikulum dimaknai sebagai serangkaian upaya untuk menggapai tujuan pendidikan .[10]
Dalam proses pendidikan kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam mewujudkan generasi yang handal, kreatif, inovatif, dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Ibarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang mencapai kehidupan dan penghidupan yang lebih baik.[11] Perubahan kurikulum dari masa ke masa menyangkut perubahan struktural dan perubahan konsepsional dan kini juga akan dikenalkan dengan kurikulum baru yang akan diluncurkan oleh pemerintah yaitu kurikulum 2013. Hal yang paling menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap fenomena dan perubahan sosial. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (Shoimin, 2014:166). Dalam kurikulum 2013, siswa tidak lagi menjadi objek dari pendidikan, tetapi justru menjadi subjek dengan ikut mengembangkan 14 tema dan materi yang ada. Dan dengan adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar dalam komponen pendidikan akan mengalami perubahan. Mulai dari standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan, dan bahkan standar penilaianan pun juga mengalami perubahan (Kurinasih dan Sani, 2014:47). Pada kurikulum 2013 ini, guru tidak lagi dibebani dengan kewajiban membuat silabus pengajaran untuk siswa setiap tahun seperti yang terjadi pada KTSP. Sebagaimana kita ketahui bahwa hal semacam ini memang menjadi beban tersendiri bagi guru dengan kemampuan beragam terutama di awal tahun pembelajaran. Silabus dan bahan ajar dibuat oleh pemerintah, sedangkan guru hanya mempersiapkan RPP dan media pembelajarannya.[12] Menurut Fadlillah prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pengembangan Kurikulum 2013 ini sama seperti prinsip penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sebagaimana telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, berikut.:

1.      Peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman, takwa, dan akhlaq mulia.
2.      Kebutuhan kompetensi masa depan
Kemampuan peserta didik yang diperlukan, yaitu antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis, dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan. Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini sehingga perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3.      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memerhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spiritual, dan kinestetik peserta didik.


4.      Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
5.      Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, kurikulum perlu memerhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan nasional.
6.      Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
7.      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus-menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8.      Agama
Kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatkan iman, takwa, serta akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat bergama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran ikut mendukung peningkatan iman, takwa, dan akhlaq mulia.
9.      Dinamika perkembangan global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukam individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
10.   Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.

11.  Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
12.  Kesetaraan gender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan perilaku yang berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan gender.
13.  Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi dan ciri khas satuan pendidikan. Hal yang paling utama kenapa ada konsep pengembangan kurikulum adalah karena adanya perkembangan dan pengaruh yang positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Maka dari itu, pengembangan kurikulum diharapkan bersifat antisipatif, adaptif, dan aplikatif. Menurut Kurniasih dan Sani terdapat tiga hal penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.       Obyek yang dikembangkan
Obyek yang dikembangkan harus dari berbagai program pendidikan yang berisi kegiatan pendidikan dan pengajaran, kemudian harus dirancang dan diprogramkan secara sistematik yang sesuai dengan kriteria-kriteria Pancasila, UUD 1945, GBHN, Peratuaran Pemerintah, Kepmen norma-norma yang berlaku, kebutuhan peserta didik pengembangan IPTEKS dan sebagainya. Dan kemudian pihak sekolah dapat mengembangkan komponen pokok yang berupa struktur program yang berisi jenis-jenis mata pelajaran dan pengelompokkannya, alokasi waktu setiap program dan susunan mata pelajaran, termasuk di dalamnya mata pelajaran wajib lulus dan wajib tempuh.[13]
b.      Subyek yang mengembangkan
Pihak-pihak yang ikut serta dalam mengembangkan kurikulum adalah orang-orang yang terkait dengan masalah kurikulum tersebut seperti berbagai ahli yang sesuai yang ada pada lembaga pendidikan. Misalnya beberapa narasumber yang ada di Dinas Depdiknas, Dinas P dan K, Dikri, Dikdasmen Puskur, guru-guru yang ahli dalam bidangnya dan sebagainya. Kemudian bisa juga dari narasumber yang berada pada berbagai perusahaan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas yang terkait dan sebagainya, serta berbagai profesi yang menunjang seperti pedagang, psikolog, filosof, sosiolog, metolog, teknologi pendidikan, ahli bidang studi yang ada pada kurikulum yang sedang disusun. Dan yang terpenting adalah guru-guru senior yang memenuhi syarat.
c.       Pendekatan pengembangan
Pada dasarnya ada tiga pendekatan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum, yaitu :
1)      Pendekatan Berdasarkan Materi
Inti dari proses belajar mengajar ditentukan oleh pemilihan materi, karena pembaharuan kurikulum hanya membahas bagaimana sumber bahan dapat berkembang.
2)      Pendekatan Berdasarkan Tujuan
Sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan di Indonesia terdiri atas Tujuan Nasional, Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional Tujuan Kurikuler. Tujuan Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus. Masing-masing tujuan yang ada dibawahnya terkait secara langsung dengan tujuan yang ada di atasnya. Tujuan pendidikan di Indonesia tentunya tertera pada GBHN, dan dari tujuan tersebut maka dijabarkan menjadi tujuantujuan yang lebih terinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional, kemudian dicari topik-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi GBPP. Dan pada akhirnya.tersusunlah kurikulum dengan silabus (GBPP) yang terurai, dan langkah berikutnya dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3)      Pendekatan Berdasarkan Kemampuan
Tidak jauh berbeda dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan, hanya saja berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang berdasarkan tujuan.
d.      Pendekatan Saintifik
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.[14] Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik).n Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi (Sani, 2014:5).
Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini :
1)      Mengamati (Observing)
Mengamati / observing adalah “kegiatan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala yang psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan”. Kegiatan mengamati dilakukan dengan tujuan untuk “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interrelasinya elemen-elemen / unsur-unsur tingkahlaku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks dalam pola-pola kultural tertentu”. Dalam kegiatan pembelajaran; siswa mengamati objek yang akan dipelajari. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.[15] Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2)      Menanya (Questioning)
Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.[16] Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan factual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Pada kegiatan pembelajaran ini, siswa melakukan pembelajaran bertanya.
3)      Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih diteliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumbr lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber, dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
4)      Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar (Assosiating)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk mengembangkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar disini merupakan padanan dari associating, bukan merupakan terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas manalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari prespektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.[17] Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
5)      Mengomunikasikan Pembelajaran
Pada pendekatan saintifik, guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Pada harapan peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Pada tahapan ini, diharapkan peserta didik mengomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada standar proses. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap, jujur, teliti, toleransi, kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Dalam kegiatan mengomunikasikan peserta didik diharapkan sudah dapat mempresentasikan hasil temuannya unruk ditampilkan di depan khalayak ramai sehingga rasa berani memberikan komentar, saran, atau perbaikan mengenai apa saja dipresentasikan oleh rekannya.[18] Pada intinya, pendekatan saintifik merupakan pendekatan di dalam kegiatan pembelajaran yang mengutamakan kreativitas dan temuantemuan siswa. Pengalaman belajar yang mereka peroleh tidak bersifar indoktrinisasi, hafalan, dan sejenisnya. Pengalaman belajar, baik itu yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka peroleh berdasarkan kesadaran dan kepentingan mereka sendiri.[19]

G.    Kerangka Berpikir
Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berkaitan dengan berbagai faktor yang saling terkait dalam pembelajaran sejarah antara lain guru, siswa, dan media pembelajaran. Guru mempunyai peran penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan menarik sehingga dapat mudah diingat oleh siswa. Proses pembelajaran sangat diperlukan adanya strategi yang mampu membangkitkan rasa antusiasme siswa agar tidak merasa bosan dan jenuh. Tidak hanya sekedar mereka mendengar informasi dari alat indra telinga,namun alat indera yang lainnya pun bisa mereka terima. Dengan adanya kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran sejarah diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Sehingga kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penggunaan pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik yaitu berpusat pada siswa, melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip, melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, dan juga dapat mengembangkan karakter siswa.

H.    Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agam islam adalah usaha untuk memperkuat iman da ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Islam, bersikap inklusif, rasional dan filosofis dalam rangka menghormati orang lain dalam hubungan kerukunan dan kerjasama antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan Nasional Undang-undang No 2 Tahun 1989.[20]
Pendidikan Agama islam (PAI) Merupakan usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengenali, mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari Al-Qur’an dan Al-Hadist melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan, serta penggunaan pengalaman.[21]  
Pendidikan Agama islam yang pada hakekatnya merupakan sebuah proses itu, dalam pengembangan juga dimaksud dalam rumpun mata pelajaran yang diberikan dan diajarkan pada suatu lembaga atau sekolah.[22] Kegiatan pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan Keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran Agama islam peserta sekaligus untuk membentuk keshalehan social. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memacar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnnya (Bermasyarakat), baik yang seagama maupun tidak seagama serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan Nasional (Ukhuwah Wataniyah) dan bahkan ukhuwah insaniah.[23]














 



[1] Kurikulum 2013 : Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Dengan Pendekatan Saintifik (2)

[2] Dr. M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2014) hh 31-34
[3] Baldwin, Teori-teori Pembelajaran, (jogjkakarta: Laksana Ilmu, 1967), 78
[4] Nur Wulandarai, Pendekatan Saintifik, (Jakarta: PT Mizan Pustaka, 2000) h, 4

[5] Hosnan, M.  Pendekatan Saintifik dan Kontekstual. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014), h, 123

[6] Dr. M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2014) hh 34-39
[7] Muhammad Nuh, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: gramedia, 2014), h, 32
[8] Mida Latiful M, Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta: PT Gramedia, 2013), h, 15
[9] Sarkoni, Menurut para ahli kurikulum, (Jakarta: PT Sahara Intisains,  2014) h 6-7 
[10] Fadlillah, Kurikulum 2013, (Jakarta: PT Grafindo, 2014), h, 13
[11] Muzamiroh, Metode Pendekatan Saintifk, Jakarta:  Grasindo, 2013), h, 110
[12] Ibid, h, 134
[13] Kurniasih dan sani, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT Gramedia,  2014), h, 25
[14] Daryanto, Metode Pembelajaran, (jojakarta: Bina Ilmu,  2014), h, 51
[15] Kurinasih dan Sani, Proses Pembelajaran, (Jakarta: PT Gramedi,  2013) h, 142
[16] Ibid, 146
[17] Kurniasih dan Sani,  Proses Pembelajaran, (Jakarta: Gloria Ilmu, 2013) 147-148
[18] Hosnan,  Kompetentsi Guru, (Jakarta:  DPT Gramedia, 2014), h, 76
[19] Kosasih, Proses Pembelajaran, (Jakarta: Bina Ilmu, 2014), h, 12
[20] Teguh Suyitno, pendekatan Pembelajaran  Pada Kurikulum 2013 ,
[21] Depertemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama islam SMP dan Mts, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2003), h, 7 
[22] H. Mgs. Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum), (Yogyakarta: Teras 2000), h, 12
[23] Ibid, h, 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar